Sebelum mengendarai sepeda di jalan umum, saya sering merasa "waswas". Maklum, perjalanan di jalan umum berbeda dengan perjalanan di rute khusus sepeda. Kondisi di jalan umum jauh lebih sulit ditebak. Kita enggak bisa memprediksi kondisi di jalan, sebab semuanya mungkin saja terjadi: ban bocor, kena macet, atau bahkan diserempet angkot!
Semua itu ialah "risiko" yang mesti diketahui kalau kita memilih menggowes sepeda di jalan umum, alih-alih mengambil jalur khusus sepeda, yang jalanannya lebih mulus, lebih lancar, dan lebih nyaman. Makanya, sebelum bersepeda, biasanya saya melakukan persiapan tertentu. Persiapan itu penting agar saya bisa meminimalkan "risiko" tersebut.
Ada sejumlah persiapan yang saya lakukan. Satu di antaranya ialah menyiapkan air minum. Bagi saya, ketersediaan air minum di jalan itu penting. Dengan membawanya, saya bisa terhindar dari dehidrasi, dan pemborosan yang sebetulnya enggak perlu karena mesti beli air minun di jalan, yang harganya tentu lebih mahal.
Stok air minum pun disesuaikan dengan rute yang diambil. Semakin jauh rutenya, semakin banyak stok air yang mesti disiapkan. Oleh karena mengambil rute pendek, biasanya saya menyiapkan botol air mini, yang ringan dibawa.
Kalau dalam perjalanan, saya merasa sedikit haus, saya akan menepikan sepeda, dan mereguk cukup air, hingga rasa haus hilang, sebelum saya lanjut menggowes sepeda lagi. Berkat itu, tubuh saya merasa nyaman sepanjang jalan, dan kegiatan bersepeda tetap berlangsung menyenangkan.
Selanjutnya, saya juga memeriksa kondisi sepeda terlebih dulu. Saya mesti memastikan bahwa semuanya oke. Ban cukup udara. Rem berfungsi baik. Semua itu perlu dilakukan untuk meminimalkan kerusakan yang mungkin terjadi.
Siapa yang mau mendorong-dorong sepeda karena ban ternyata kempes akibat pemiliknya lupa mengecek tekanannya? Siapa pula yang ingin mengalami kecelakaan akibat pemiliknya malas memeriksa sistem pengereman yang ternyata sudah rusak?
Kalau sudah terjadi demikian, alih-alih mendatangkan kesehatan, aktivitas bersepeda justru akan menimbulkan penderitaan! Makanya, sebelum kita menyusuri jalan raya, sebaiknya pastikan dulu sepeda layak dipakai.
Selain itu, bawa juga barang penting lainnya, seperti uang tunai dan smartphone, sekadar untuk berjaga-jaga. Uang dipakai manakala kita tiba-tiba butuh beli ini-itu di jalan. Sementara, smartphone bisa digunakan untuk mengukur aktivitas lewat aplikasi, menyetel musik di perjalanan, atau mendokumentasikan perjananan untuk disiarkan di medsos. Hahahaha.
Berikutnya, setelah semuanya aman, barulah saya pergi bersepeda. Aktivitas itu dilakukan sesantai mungkin. Makanya, saya jadi menikmati setiap gowesan yang saya lakukan, membakar setiap lemak seefektif mungkin, dan mengamati situasi sepanjang perjalanan. Walaupun untuk itu, saya bisa menghabiskan waktu setelah jam lebih, kegiatan itu ibarat "meditasi" yang menenangkan dan saya sungguh menyukainya.
Untuk keamanan, gunakanlah gestur pada saat akan berbelok. Sebab, Anda tahu sendiri lah perilaku berkendara orang Indonesia, khususnya pengendara sepeda motor. Makanya, sewaktu akan menikung, saya biasanya membentangkan tangan, hanya untuk memberi "sinyal" kepada kendaraan di belakang saya bahwa saya ingin belok. Sejauh ini, cara itu jauh lebih "manjur" dan "aman" untuk menghindari tabrakan, alih-alih saya enggak memberi "sinyal" sama sekali.
Selanjutnya, jangan bersepeda persis di belakang angkot. Lagi-lagi, Anda sendiri tahu lah perilaku sopir angkot di Indonesia. Makanya, saya berupaya menjaga jarak sejauh mungkin dari "pantat" angkot, supaya saya bisa mengambil "langkah darurat" manakala sopir angkot melakukan "manuver berbahaya" secara mendadak. Hahahahaha.
Di samping menjaga kebugaran fisik, saya sebetulnya punya tujuan lain dengan bersepeda. Bagi saya, bersepeda itu bukan sekadar keliling jalan. Kalau hanya untuk itu, aktivitas berlangsung tanpa tujuan.
Oleh sebab itu, sewaktu bersepeda, saya biasanya "menyelipkan" tujuan lain, seperti membeli barang. Jadi, selain berolahraga, saya juga bisa berbelanja. Sekali dayung, dua-tiga pulau terlampaui. Hahahaha.
Sampai sekarang saya enggak menganggap bersepeda itu sekadar olahraga. Sebab, saya melakukannya untuk tujuan tertentu. Semuanya juga dilakukan tanpa paksaan layaknya orang yang pergi ke pusat kebugaran karena memaksa diri walaupun sebetulnya mereka enggan. Makanya, kegiatan bersepeda yang saya lakukan terasa menyehatkan dan menyenangkan.
Salam.
 Adica Wirawan, founder of Gerairasa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H