Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Di Balik "Mimpi Buruk" Bernama Disleksia

7 Juni 2018   10:09 Diperbarui: 8 Juni 2018   07:22 2484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: www.mghclaycenter.org

Sewaktu menghadap lensa kamera, anak lelaki itu tersenyum sambil menunjukkan dua buah sertifikat di tangannya. Dengan mengenakan toga dan jubah wisuda hitam, ia tampak bahagia berfoto ditemani kedua orangtuanya. 

Sebetulnya foto wisuda demikian sudah umum dijumpai di masyarakat, tetapi kalau kita mengetahui bahwa anak itu pengidap disleksia, ceritanya mungkin akan "lain".

Anak itu bernama Azkanio Nikola Corbuzier. Ia adalah anak dari Deddy Corbuzier dan Kalina Oktarani. Sebagaimana diberitakan sejumlah media, kemarin, Azka---panggilan Azkanio Nikola Corbuzier---sukses menamatkan pendidikannya di jenjang SMP. 

Tak hanya dinyatakan lulus, ia juga menyabet predikat sebagai "lulusan terbaik" di sekolah. Makanya, ia berhasil membawa pulang dua sertifikat sekaligus, yaitu sertifikat kelulusan dan sertifikat lulusan terbaik.

Prestasi itu diraih bukan tanpa halangan. Sebab, Azka diketahui mengidap disleksia. Disleksia adalah gangguan belajar yang ditandai dengan ketidaklancaran dalam membaca dan menulis. 

Pengidap disleksia umumnya sulit mengeja kata, dan membaca sebaris kalimat dengan tepat. Ia juga lambat membikin tulisan sebab sukar merangkai kata di atas kertas. Makanya, pengidap diskleksia kerap mendapat perundungan di kelas lantaran sangat lamban mempelajari keterampilan tersebut.

Istilah disleksia mungkin masih terdengar "asing" di telinga. Saya pribadi baru mendengarnya sewaktu duduk di bangku kuliah. Itu pun terjadi tanpa sengaja. Suatu hari, dosen Mata Kuliah Menyimak memberi saya rekomendasi sebuah buku. Saya diwajibkan "melahap" isi buku tersebut agar bisa memahami perkuliahan dengan baik. Judulnya adalah Earobics, karangan Paul Madaule.

Dalam buku yang lumayan tebal itu, Madaule sempat "curhat" tentang pengalaman sulit sewaktu ia masih kecil. Pada saat itu, ia terlibat "perseteruan" dengan orangtuanya. Sebab, ia dianggap susah diatur dan lambat belajar di kelas. Akibatnya, ia kemudian dibawa ke beberapa psikolog, psikiater, dan terapi. Setelah diperiksa dengan cermat, ia "divonis" mengidap disleksia, dan diharuskan mengikuti sejumlah terapi.

Sejumlah terapi pun dilakukan. Namun, hasilnya nihil. Semua orang "angkat tangan" dalam menyembuhkannya. Maklum saja, pada saat itu, belum banyak anak yang dilaporkan mengidap disleksia. Makanya, dunia medis belum memiliki metode terapi yang tepat untuk menanganinya.

Akan tetapi, kedua orangtuanya pantang menyerah. Mereka terus berusaha. Hingga akhirnya mereka mendengar terapi Tomatis dan memutuskan mencobanya. Terapi Tomatis diciptakan oleh Profesor Alfred Tomatis, seorang dokter spesialis THT.

Terapi Tomatis berbeda dengan terapi sebelumnya. Sebab, terapi tersebut fokus melatih indera pendengaran. Makanya, sewaktu menjalaninya, Madaule diminta mendengarkan beragam bunyi-bunyian yang merangsang telinganya lewat earphone.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun