Sepertinya pangeran tidak melihat kematian sebagai "piala" atas kemenangannya. Makanya, ia kemudian berkenan memaafkan mereka, dan bahkan membimbing "mantan" musuhnya itu ke jalan pencerahan bersama-sama.
Apa yang dilakukan oleh Pangeran Sutasoma ialah wujud dari "cinta kasih". Barangkali itulah yang menjadi "amanat" dalam kakawin Sutasoma. Sebagai penulis, Mpu tantular sepertinya ingin "menggaungkan" pesan kasih sayang dan pemaafan dalam karyanya tersebut.Â
Makanya, jangan heran kalau pada akhir cerita, semua tokohnya mengalami transformasi batin, dari yang sebelumnya dipenuhi kebencian menjadi diliputi kasih sayang.
Hal itu tentunya sesuai pula dengan ujaran Buddha Sakyamuni pada 2600 tahun silam. Pada saat itu, Buddha berkata, "Kebencian tidak akan berakhir kalau terus dibalas dengan kebencian, tetapi kebencian akan usai kalau dibalas dengan kasih sayang." Dalam kalimat tersebut, Buddha menekankan pentingnya pemaafan dan kasih sayang untuk menyudahi semua bentuk kebencian.
Barangkali hal itu bisa juga menjadi pesan Waisak pada tahun 2018 ini. Seperti tahun-tahun sebelumnya, perayaan Hari Waisak senantiasa bertujuan "menggemakan" pesan kedamaian, pemaafan, dan kasih sayang bagi sesama.
Akhir kata, semoga semua makhluk bebas dari derita. Semua semua makhluk bebas dari bencana. Semoga semua makhluk bersatu dalam kasih demi terwujud dunia yang penuh cinta dan damai.
Selamat Hari Waisak 2018.
Salam.
Adica Wirawan, Founder of Geraisara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H