Beberapa minggu yang lalu, saya membantu seorang kawan untuk "mendigitalisasi" usaha dagangnya. Sudah sejak beberapa bulan, ia berjualan jus jeruk dengan menggunakan gerobak, dan ternyata ia tertarik memanfaatkan teknologi digital untuk "mendongkrak" omzetnya.
Bagi saya, perbuatannya sangatlah tepat. Sebab, kalau hanya mengandalkan metode jualan yang "konservatif", usahanya dapat tergerus. Maklum saja, sekarang masyarakat, terutama yang berdomisili di kawasan perkotaan, memang sedang menikmati era digital. Buktinya, kini telah banyak bermunculan e-commerce yang menawarkan beragam produk.
Makanya, pengusaha yang masih memakai cara-cara "kuno" dalam berbisnis harus melakukan transformasi. Jangan sampai usaha yang sudah dijalankan stagnan atau bahkan turun lantaran kalah bersaing dengan pengusaha lainnya yang sudah menggunakan teknologi tersebut.
Perubahan itu tentunya berlaku untuk setiap jenis usaha yang dijalankan Perum BULOG. Maklum saja, kini Perum BULOG sedang melakukan sejumlah transformasi bisnis dari yang sebelumnya hanya berfokus menyeimbangkan harga pangan nasional hingga berorientasi mencari profit.
Makanya, transformasi itu meliputi sejumlah Unit Bisnis (UB) Perum BULOG, seperti UB Jastama, UB Opaset, UB Industri, dan UB Ritel, serta anak perusahaan BULOG PT JPL. Di antara empat unit bisnis tersebut, saya tertarik membahas sektor ritel sebab di dalamnya Perum BULOG menggagas program Rumah Pangan Kita, yang terkesan baru secara konsep dan bermanfaat besar bagi masyarakat. Â
Rumah Pangan Kita (RPK) ialah sebuah program kemitraan yang digagas oleh Perum BULOG. Program yang sudah dijalankan sejak tahun 2016 tersebut menawarkan kesempatan kepada masyarakat untuk berwirausaha. Dengan mengikuti program tersebut, masyarakat dapat menjual beragam jenis produk Bulog dengan harga yang kompetitif.
Adapun produk yang dijual meliputi bahan kebutuhan rumah tangga, seperti beras, minyak goreng, tepung, dan gula pasir. Semua produk tersebut berkualitas baik dan diberi label KITA. Sebut saja produk Beras KITA. Produk ukuran lima liter per kantong tersebut mempunyai kualitas premium.
Selain unggul dari segi harga, Beras KITA juga terasa lebih pulen. Sewaktu saya mencicipi produk tersebut, beras itu lebih bersih sewaktu dicuci dan lebih enak di lidah. Hal itu menjadi jaminan bahwa produk beras yang dijual aman sebab tidak ada pemutih di dalamnya, serta punya kualitas yang oke.
Syarat untuk menjadi pengusaha RPK juga terbilang mudah dan ringan. Kita cukup mendaftar menjadi peserta di situs www.bulog.co.id, melengkapi sejumlah berkas, dan menyediakan uang sebesar lima juta rupiah sebagai modal awal.
Uang tersebut akan ditukar dengan sejumlah produk Bulog dan semua produk yang dipesan akan diantar tanpa dikenakan ongkos kirim. Tak hanya itu, peserta juga akan mendapat bonus lain, yaitu spanduk dan rak. Semua itu diberikan secara gratis demi kelancaran operasional RPK.
Namun demikian, biarpun terus bertumbuh, pengusaha RPK perlu mendapat keterampilan lebih, terutama dalam hal digitalisasi produk. Sebab, seperti yang sudah disingung di atas, pengusaha perlu memanfaatkan teknologi agar usahanya dapat bertahan lama.
Saya menyarankan demikian lantaran saya melihat bahwa belum banyak pengusaha RPK yang melakukannya. Buktinya, sewaktu saya melacak keberadaan RPK di sekitar rumah dengan aplikasi Google Maps, saya hanya menemukan sedikit sekali titik. Informasi yang ditunjukkan titik tersebut pun belum tentu benar. Sebab, saat saya menyambangi titik lokasi RPK di kawasan Pekayon dan Kebalen, Kabupaten Bekasi, tidak ada satu pun RPK di sana.
Saya pun sempat merasa heran. Padahal, jelas-jelas saya sudah mengikuti rute yang tepat, tetapi saya tidak menemukan RPK di tempat tersebut. Hal itu tentunya bermakna dua hal, yakni bahwa RPK telah berpindah lokasi atau itu hanya titik fiktif.
Akan jauh lebih baik kalau pengusaha RPK dibekali wawasan seputar pemanfaatan teknologi digital untuk mendukung usahanya. Sebab, kalau memakai teknologi, keberadaan toko RPK lebih mudah dideteksi dan proses pengiriman produk dapat memanfaatkan jasa angkutan dari.
Hal itu tentunya menjadi "PR" bagi Bulog sebagai "tuan rumah" penyelenggara RPK. Bulog pun menyadari hal demikian. Makanya, untuk menyelesaikan persoalan tersebut, Bulog kemudian menyiapkan inovasi lainnya.
Dalam acara KITANgopiwriting bersama BULOG dan Kompasiana, Bapak Tri Wahyudi Saleh, selaku Direktur Komersial Perum Bulog, menyinggung inovasi yang sedang dikembangkan. Beliau menyebutkan bahwa Bulog akan meluncurkan satu aplikasi pada tahun ini. Biarpun masih dirahasiakan tanggal peluncuran dan namanya, aplikasi tersebut diharapkan mampu menjadi solusi bagi para pengusaha RPK dalam mendaftar, memesan produk, dan memantau harga.
Hanya saja, selain keterampian berwirausaha, pengetahuan seputar teknologi digital juga harus disampaikan. Sebab, alih-alih menjadi "ancaman", teknologi bisa menjadi sahabat pengusaha RPK untuk meningkatkan angka penjualannya.
Adica Wirawan