Beberapa hari yang lalu, seorang teman saya tiba-tiba "merajuk" di chat whatsapp. Pasalnya, ia mengeluhkan respon saya yang lambat membalas chat-nya. Untuk menghindari kesalahpahaman, saya buru-buru menjelaskan kepadanya bahwa sudah seminggu belakangan, saya sibuk "diserbu" tugas. Makanya, setiap chat yang saya terima, hanya saya baca dan baru saya balas agak lama. Oleh sebab itu, yang mengetahui bahwa pesannya hanya di-read saja mungkin saja merasa tersinggung, seperti teman saya itu.
Biarpun punya alasan, saya merasa salah juga. Seharusnya saya berkata akan membalasnya nanti saat saya senggang. Namun, saya malah lupa melakukannya hingga akhirnya teman saya "merajuk" kepada saya. Wkwkwkwkwkwkwkwkwkwkwk.
Namun demikian, seperti sudah disebutkan sebelumnya saya punya alasan yang tentunya bisa dimaklumi. Pasalnya, pada saat itu, saya memang punya banyak pekerjaan. Wajar saja, jelang akhir bulan, pekerjaan sedang padat, dan "bayang-bayang" deadline terus "menyelimuti" kantor. Makanya, daripada konsentrasi saya "bercabang", saya memutuskan membaca semua pesan yang masuk tanpa langsung membalasnya.
Semua itu dilakukan karena saya sempat belajar dari seorang pembicara bahwa kalau pikiran sedang sibuk, kalut, dan kacau, sebaiknya kita jangan membalas pesan segera. Sebab, jawaban yang diberikan bisa melantur sehingga teman kita merasa kurang paham. Selain itu, kadangkala jawaban tersebut bisa saja terkesan "emosional".
Pernah dapat jawaban dari orang yang pikirannya sedang stres? Kalau iya, bagaimana nada bicaranya? Jelas nada bicaranya cenderung "tinggi". Hal itulah yang kemudian bisa menimbulkan "bibit-bibit" pertikaian. Saat kita berbicara pada waktu yang kurang tepat, akan terbuka "pintu" bagi kesalahpahaman. "Makanya, kalau kita menjawab pesan dari orang lain, periksalah apakah pikiran kita sedang berada dalam kondisi alpa," katanya.
Sekadar informasi, yang dimaksud kondisi alpa ialah satu di antara empat kondisi pikiran manusia. Kondisi lainnya ialah beta, theta, dan delta. Keempat kondisi pikiran itu punya karakteristik yang berbeda. Pikiran alpa misanya ditandai oleh ketenangan, kedamaian, dan kesiagaan. Makanya, orang yang pikirannya sedang alpa tampak kalem dan awas. Kondisi alpa bisa dicapai dengan latihan meditasi, membaca, dan menjalani hobi dengan konsentrasi yang baik.
Berikutnya, pikiran theta yang sering terjadi sewaktu kita sedang berada dalam relaksasi yang sungguh damai. Sejumlah ahli memercayai kalau kondisi ini ialah "gudang kesadaran". Pasalnya, kita bisa mengakses kreativitas, mimpi, dan emosi positif di dalamnya. Pikiran theta bisa diwujudkan setelah kita melampaui pikiran alpa.
Sementara itu, pikiran delta terbentuk saat kita tidur dengan lelap. Dalam pikiran delta, proses berpikir berlangsung sangat lambat. Makanya, dalam kondisi delta, orang bisa tidur sangat pulas dan sulit sekali dibangunkan, bahkan oleh guncangan gempa sekalipun! Wkwkwkwkwkwkwkw.
Nah, di antara keempat kondisi pikiran tersebut, idealnya, kita membalas pesan tatkala pikiran sedang alpa. Pasalnya, kita bisa berkomunikasi dengan lebih lancar tanpa timbul kesalahpahaman. Hanya saja, kita memang perlu latihan agar bisa mengenali tipe-tipe kondisi pikiran tersebut, sekaligus mengondisikan gelombang pikiran yang sesuai sewaktu kita merespon obrolan teman.
Satu latihan yang bisa diterapkan ialah respon relaksasi. Respon relaksasi ialah sebuah teknik yang dikembangkan dan dipopulerkan oleh Herbert Benson, seorang dokter terkemuka dari Harvard. Teknik tersebut sudah teruji dan terbukti mampu menurunkan tingkat stres, amarah, dan takut.
Makanya, sewaktu perasaan stres muncul, misalnya, ambil jeda sejenak. Tempatkan telapak tangan di perut, tarik napas yang dalam hingga perut mengembang, lalu embuskan pelan-pelan sampai kita merasa lebih rileks, lebih tenang, dan lebih damai.
Biarpun awalnya bertujuan menetralkan emosi negatif yang timbul, secara tersirat, teknik itu juga bisa memulihkan dan mengondisikan pikiran ke alpa. Sebuah kondisi yang tepat untuk merepon orang lain.
Jadi, agar terhindar dari kesalahpahaman, sebelum membalas respon orang lain, ada baiknya kalau kita memeriksa dan mengondisikan pikiran terlebih dulu supaya komunikasi yang terjalin jauh lebih lancar dan nyaman bagi kedua pihak.
Salam.
Adica Wirawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H