Pada saat saya kelas satu SMA, karena saya mendapat "jatah" belajar dari jam 12 siang sampai jam 5 sore, saya biasanya berangkat berjalan kaki ke sekolah.
Sekolah saya memang terletak di dekat rumah. Makanya, dari rumah ke sekolah, saya umumnya menghabiskan waktu sekitar sepuluh sampai lima belas menit, bergantung pada cuaca dan kecepatan saya dalam berjalan. Agak panas memang. Sebab, saya harus berjalan sambil membawa tas yang dijejali buku yang berat pada tengah hari. Namun, semua itu dilakukan untuk menghemat ongkos sehingga uang saku saya yang biasanya diberikan setiap minggu tetap "awet".
Seiring berjalannya waktu, karena saya agak capai berjalan kaki, saya kemudian pergi ke sekolah naik sepeda. Saya memiliki sebuah "sepeda lawas" di rumah. Lantaran sudah jarang memakainya, akhirnya, saya memutuskan "memberdayakannya" kembali. Jadi, pergilah saya ke sekolah dengan menggowes sepeda. Asyik memang. Namun, karena aksi "eksentrik" itulah, saya sempat ditertawakan teman.
Sejak saat itu, saya meninggalkan sepeda, dan beralih menggunakan motor.
Ke mana-mana saya pergi memakai motor itu, terutama saat saya berkuliah di Jakarta. Selama empat tahun berkuliah, saya "wara-wiri" menungganginya sepanjang jalan antara Jakarta dan Bekasi. Selama empat tahun itu pula, sepeda motor itu "diuji" oleh segala macam situasi dan kondisi.
Saat motor-motor lain mogok sewaktu mencoba melewati banjir, motor saya justru mampu menembus genang tersebut. Saya ingat pada saat itu sibuk "memainkan" gas dan kopling, seraya merasakan dinginnya air yang merendam kaki saya.
Motor saya pun melaju lambat, tetapi akhirnya sukses melampaui banjir tanpa masalah sekali pun! Buktinya, sewaktu saya memeriksakannya ke bengkel, montirnya berkata tidak terjadi kerusakan di mesinnya!
Tahun ini adalah "ulang tahun" motor saya yang kesepuluh tahun. Biarpun telah lawas, motor itu tetap awet digunakan, dan kini saya tetap memakainya ke kantor hampir setiap hari.
Performa Mesin Bergantung Pada Perawatan dan Pilihan Bensin
Kemudian, apa yang "resep" supaya performa motor tetap terjaga biarpun usianya telah mencapai "satu dekade" seperti motor saya? Perawatan yang rutinlah jawabannya. Saya terbiasa menyervis motor tersebut di bengkel minimal sebulan sekali.
Selain itu, pilihan bahan bakar yang dikonsumsi mesin juga berpengaruh. Sudah sejak lama, motor saya "menikmati" pelbagai jenis "minuman", seperti Pertamax, Pertalite, dan Premium. Di antara semua "minuman" itu, motor saya ternyata menyukai Pertamax. Buktinya, setelah diberi pertamax, motor saya menjadi lebih "enteng" dikendarai. Hahahahahahahaha.
Hal itu bisa terjadi karena kandungan oktan yang terdapat di Pertamax mencapai 92. Makanya, kemudian pembakaran yang berlangsung di mesin lebih bersih. Hal itu juga sering ditegaskan oleh montir yang "merawat" motor saya. Dia berkata bahwa pilihan konsumsi bahan bakar turut berpengaruh pada kebersihan mesin. Semakin tinggi oktan suatu bahan bakar, semakin bersih pula proses pembakaran mesin.
Makanya, hal itu kemudian mampu mengurangi pencemaran lingkungan, sebagaimana "haluan" yang ditetapkan pemerintah bahwa Indonesia sedang menuju EURO 4. Apa itu EURO 4? EURO 4 adalah standar yang ditetapkan oleh negara-negara Uni-Eropa.
Standar yang berlaku sejak tahun 1988 itu kemudian "diadopsi" di hampir semua negara di dunia. Standar tersebut mensyaratkan bahwa setiap kendaraan, baik mobil maupun motor, harus memiliki kadar gas buang yang berada di bawah ambang tertentu.
Indonesia kini masih memberlakukan EURO 2 berdasarkan Kepmen LHK No.141 tahun 2003 tentang ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor tipe baru sejak tahun 2007. Jadi, kita cukup tertinggal karena sekarang negera-negara dunia sudah menerapkan EURO 4.
Makanya, kemudian pemerintah serius mencanangkan penerapan EURO 4. Pasalnya, dengan menerapkan standar tersebut, kita tak hanya dapat meminimalisasi pencemaran lingkungan, tetapi juga meningkatkan "gairah" industri otomotif di tanah air. Sebab, kalau kita masih memakai standar EURO 2, sementara negara-negara lain umumnya sudah menggunakan standar EURO 4, kita akan sulit mengekspor kendaraan ke luar negeri. Makanya, kita perlu menyamakan standar yang berlaku di mancanegara agar proses ekspor tersebut dapat berjalan lancar.
Untuk memenuhi standar tersebut, Pertamina, yang mewakili pemerintah, kemudian harus mampu menghasilkan BBM standar EURO 4 minimal secara bertahap. Saat ini beberapa kilang Pertamina, seperti di Cilacap, Balikpapan, dan Balongan, sudah bisa memproduksi BBM dengan kadar sulfur rendah, khususnya Pertamax Turbo. Itu merupakan bagian dari tahapan menuju BBM standar EURO 4.
Kemudian, jika pemerintah, yang "diwakilkan" oleh Pertamina, sudah siap, apakah masyarakat juga telah siap menyambut EURO 4 pada masa depan? Tentu saja. Sebab, perubahan akan tetap terjadi.
Jadi, biarpun kita masih tertinggal, suatu saat nanti, kita akan "berjalan" sejajar dengan negara-negara lain dalam penerapan EURO 4 dengan harapan bahwa lingkungan menjadi lebih bersih, dan setiap kendaraan tetap terjaga performanya, sebagaimana motor lawas saya.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H