Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Alasan Saya Berhenti "Main" Bitcoin

28 Desember 2017   14:54 Diperbarui: 28 Desember 2017   18:27 11215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi: https://www.coinspeaker.com

Kalau dibandingkan dengan pemain lain dalam jagat bitcoin, barangkali saya hanyalah seorang "newbie". Sebab, saya baru "menjajal" permainan bitcoin beberapa bulan lalu. Padahal, mata uang itu sudah diciptakan, dikenalkan, dan digunakan hampir sepuluh tahun yang lalu.

Namun demikian, saya merasa tetap "bangga" menyandang status newbie itu. Apalagi, saat mengetahui bahwa mata uang itu memiliki beberapa "cacat", sepertinya status itu telah "menyelamatkan" investasi saya dari potensi bubble ekonomi yang mungkin saja melanda bitcoin pada masa depan.

Seperti sudah disebutkan pada tulisan sebelumnya, "Tertarik Main Bitcoin? Pelajari Dulu Aturannya", saya mengenal bitcoin tanpa disengaja. Semua itu berawal sewaktu saudara saya menceritakan investasi via bitcoin yang dilakukannya bersama teman-temannya. Setelah ia mencoba "mencekokkan" konsep bitcoin di kepala saya yang masih awam tentang mata uang virtual, ia terus membujuk saya bermain bitcoin.

Oleh karena sering diiming-imingi return yang lumayan, akhirnya saya memutuskan ikut main. Semua itu dilakukan dengan beberapa pertimbangan. Pertama, sudah ada orang yang melakukannya. Makanya, saya bisa minta petunjuk manakala saya bingung memahami aturan mainnya.

Kedua, sejumlah media "menggembar-gemborkan" keunggulan yang dimiliki bitcoin. Hal itulah yang kemudian "menjerumuskan" saya sehingga saya ikut mendaftar sebagai member di sebuah situs lokal, yang khusus mengatur transaksi bitcoin dengan mata uang rupiah.

Lewat situs itulah, selama beberapa bulan, saya belajar mengenal semua aturan main bitcoin yang sederhana. Pasalnya, transaksi bitcoin mirip dengan perdagangan saham. Makanya, berlaku pula aturan transaksi: "beli saat nilainya turun, jual ketika harganya naik".

Hanya saja, memang terdapat perbedaan yang jelas antara perdagangan bitcoin dan saham. Pertama, trading di bitcoin bersifat spekulatif. Hal itu bisa dilihat dari betapa fluktuatifnya nilai bitcoin per harinya. Makanya, dalam sehari, nilai bitcoin bisa naik-turun secara tajam. Jadi, jangan heran kalau sekarang satu keping bitcoin bernilai 250 jutaan rupiah, naik lima kali lipat sewaktu saya terakhir main bitcoin sekitar dua bulan lalu!

nilai bitcoin berkisar 50 jutaan rupiah per keping pada tanggal 23 september 2017 (sumber: dokumentasi pribadi)
nilai bitcoin berkisar 50 jutaan rupiah per keping pada tanggal 23 september 2017 (sumber: dokumentasi pribadi)
nilai bitcoin berkisar 250 jutaan rupiah per keping pada tanggal 28 desember 2017 (sumber: dokumentasi pribadi)
nilai bitcoin berkisar 250 jutaan rupiah per keping pada tanggal 28 desember 2017 (sumber: dokumentasi pribadi)
Kedua, ketidakjelasan pencipta bitcoin. Awalnya, banyak orang mengira bahwa pembuat bitcoin adalah seorang pria asal Jepang yang bernama Satoshi Nakamoto. Namun, kemudian tersiar kabar lain bahwa itu hanyalah nama samaran. Makanya terdapat berapa spekulasi tentang "aktor" di balik penciptaan bitcoin.

Sejumlah media pun sempat menyebut beberapa nama, seperti Elon Musk. Bos Paypal dan Tesla Motors tersebut disinyalir kuat sebagai pembuat bitcoin. Namun, dalam sebuah wawancara, Musk dengan tegas membantah hal tersebut.

Semua itu merupakan beberapa "kecacatan" yang disandang bitcoin. Makanya, atas alasan itulah, Bank Indonesia kemudian dengan tegas melarang penggunaan bitcoin di masyarakat. Para petinggi Bank Indonesia melihat bahaya laten apabila transaksi bitcoin terus dibiarkan. Satu di antaranya ialah terjadinya bubble ekonomi, yang mungkin akan mengakibatkan krisis.

Semua itu bisa terjadi karena nilai intrinsik bitcoin tidaklah jelas. Sampai sekarang tak ada seorang pun yang mampu mengukur nilai sesuangguhnya dari satu keping bitcoin. Biarpun kini dihargai 250 jutaan rupiah per kepingnya, bisa saja nilai aslinya di bawah angka tersebut. Makanya, kalau itu benar, setiap orang yang membeli bitcoin dengan kisaran 250 jutaan rupiah akan mengalami kerugian.

Langkah Bank Indonesia tersebut sebetulnya mengikuti jejak lembaga keuangan di negara lain. Sudah sejak beberapa tahun yang lalu, sejumlah negara beramai-ramai "memboikot" peredaran bitcoin dengan pelbagai alasan.

Sebut saja Rusia yang sudah melarang peredaran bitcoin sejak tanggal 9 Februari 2014 karena Bitcoin disinyalir dipakai untuk kegiatan ilegal. Sementara itu, Tiongkok baru menyetop penggunaan bitcoin pada tanggal 8 Januari 2017 dengan alasan akan menerbitkan mata uang virtual sendiri.

Apapun alasannya, hal itu tentu berdampak pada nilai bitcoin di pasar global. Makanya, apabila resmi dilarang beredar di Indonesia per Januari 2018, nilai bitcoin akan tergerus.

Atas dasar itulah saya memutuskan menyudahi permainan saya di bitcoin. Namun demikian, saya melihat bahwa tidak semua teknologi yang dipakai bitcoin harus "diberangus".

Sebut saja teknologi blockchain, yang menjadi "tulang punggung" bitcoin. Pasalnya, blockchain berfungsi mencatat semua transaksi bitcoin secara terdesentralisasi dan transparan. Makanya, sewaktu mengakses layanan bitcoin, kita bisa melihat transaksi pihak lain walaupun kita tidak bisa mengetahui identitas pihak tersebut. Oleh sebab itu, teknologi blockchain disebut-sebut akan menggantikan sejumlah sistem penyimpanan dan pencatatan di internet yang masih terpusat.

Sampai tulisan ini dibuat, bitcoin masih terus diperdagangkan di Indonesia dengan kisaran 250 jutaan rupiah per keping. Biarpun tak ada yang dapat menebak waktu keruntuhannya secara pasti, larangan Bank Indonesia terhadap transaksi bitcoin barangkali belum akan terasa pada awal tahun. Pasalnya, itu adalah masa awal sosialisasi pelarangan tersebut. Jadi, besar kemungkinan kalau dampaknya baru akan bergema beberapa bulan setelahnya.

Salam.

Adica Wirawan, founder of Gerairasa.com

Referensi:

"Daftar Negara yang Melarang Penggunaan Mata Uang Digital Seperti Bitcoin", kompas.com, diakses pada tanggal 28 Desember 2017.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun