Taman Nasional Gunung Gede Pangrango sebetulnya hanya satu di antara sejumlah tempat, seperti Taman Nasional Ujung Kulon dan Taman Nasional Halimun-Salak, untuk rehabilitasi dan pelepasliaran Owa Jawa.
Kawasan itu dipilih lantaran cocok menjadi habitat Owa Jawa, yang umumnya menyukai dataran tinggi. Di situ hidup tiga belas keluarga Owa Jawa yang tersebar di hutan.
Sebagaimana diketahui, Owa Jawa jantan sangat selektif memilih betinanya. Tidak seperti monyet yang asal pilih pasangan, Owa Jawa jantan ternyata cukup pilih-pilih.
Namun, begitu memutuskan "belahan jiwa"-nya, si jantan akan terus hidup bersamanya selamanya. Tak akan dia berpaling sedikit pun pada betina lain! Mungkin dia tipikal cowok yang setia atau suami yang takut istri. Hahahahahahahahahahaha.
Namun, kesetiaannya patut diacungi "jempol". Sebab, kalau betinanya mati, tak lama kemudian, si jantan pun akan ikut menyusulnya. Jika boleh meminjam ungkapan Novelis Gao Xin Jiang, barangkali dia tak sanggup menanggung kesepiannya sendiri di tengah ganasnya rimba.
Kesetiaan yang luar biasa kuat, bukan? Namun, kesetiaan itulah yang justru menjadi "bumerang" bagi keberlangsungan spesiesnya. Sebab, kalau satu individu mati dan yang lainnya pun demikian, wajar saja kalau jumlahnya akan berkurang drastis.
Apalagi angka kelahirannya terbilang rendah. Sebab, Owa Jawa hanya melahirkan anak setiap 3-4 tahun sekali.
Buktinya, cukup banyak Owa Jawa yang masuk rehabilitasi di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Mereka mayoritas hewan buruan dan telah dieksploitasi oleh manusia.
Makanya, begitu diterima petugas, mereka perlu dipulihkan "insting hewani"-nya, tak langsung dilepas begitu saja di hutan.