Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Manajemen "Startup" Lebih "Peduli" terhadap Kebahagiaan Karyawannya?

11 November 2017   08:18 Diperbarui: 11 November 2017   14:32 1691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: http://www.businessnewsdaily.com

Dalam "rapat akbar" yang diadakan di hall kantor kemarin sore, manajemen kantor menampilkan suatu indeks kebahagiaan karyawan, yang segera "menyita" perhatian saya. Indeks tersebut berbentuk grafik batang, yang memperlihatkan tingkat kepuasan karyawan sewaktu beraktivitas di kantor startup yang berbasis pendidikan tersebut.

Indeks itu sebetulnya diambil dari data kuesioner yang disebar di grup Whatsapp. Seminggu sebelumnya, staf HR memang meminta semua karyawan, termasuk saya, untuk mengisi daftar pertanyaan tersebut.

Ternyata pertanyaan itulah yang dijadikan "barometer" dalam menentukan tingkat kegembiraan karyawan di kantor. Dari tiga ratus karyawan, sebanyak dua ratusan tercatat menjawab pertanyaan tersebut, dan data itu kemudian diolah menjadi grafik dengan sejumlah kategori.

Seperti sudah disinggung tadi, manajemen, terutama bos saya, kemudian mempresentasikan hasilnya. Hasilnya ternyata bermacam-macam. Misalnya saja, dalam hal fasilitas kantor, responden rata-rata mengaku "senang".

Buktinya, dari skala 1-6, mayoritas memberi nilai 4 dan 5. Saya pun maklum. Pasalnya, kantor memang menyediakan sejumlah layanan yang "oke" punya, terutama di pantry yang mana di situ tersedia makanan dan beragam peralatan, seperti kompor, kulkas, dan alat masak lainnya.

Makanya, jangan heran kalau pada waktu senggang, sejumlah karyawan bisa membikin mie instan di situ. Belum lagi, kecepatan internet yang baik turut meningkatkan kualitas fasilitasnya.

Berkat itu pula, kuota saya yang biasa diisi 100 ribu per bulan "susah" habis, terbantu oleh akses internet yang kencang di kantor. Hahahahahahahahaha.

Namun demikian, kategori lain justru menunjukkan hasil berbeda. Sebut saja dalam hal kegembiraan bekerja, mayoritas masih memberi nilai 2 dan 3. Ternyata kami yang bekerja di situ enggak begitu fun menyelesaikan "amanah" dari kantor.

Akhirnya, presentasi itu pun ditutup dengan sebuah rencana bahwa manajemen akan membuat program baru untuk "mendongkrak" kebahagiaan karyawannya, agar kami semua merasa happy dan enjoy bekerja di kantor.

suasana hall tempat diadakannya rapat (sumber: dokumentasi pribadi)
suasana hall tempat diadakannya rapat (sumber: dokumentasi pribadi)
Bagi saya, upaya itu adalah sebuah terobosan. Jarang saya menjumpai kantor yang peduli terhadap tingkat kebahagiaan karyawannya. Bahkan, kantor tempat saya bekerja terdahulu pun tidak pernah melakukannya.

Saya kemudian jadi bertanya-tanya, "Apa sebetulnya maksud manajemen melakukan survei demikian? Apa pula pentingnya survei tentang tingkat kebahagiaan karyawan di kantor, dan perlukah survei demikian dilaksanakan secara berkala?"

Pertanyaan-pertanyaan itulah yang kemudian membuat saya "berkaca" pada pengalaman sebelumnya. Sebab, berdasarkan pengalaman, ada banyak faktor yang menentukan tingkat kebahagiaan karyawan.

Selain fasilitas, beban kerja, dan gaji tentunya, ada satu faktor yang "luput" dari perhatian, yaitu hubungan antara atasan dan bawahan. Bagi saya, hubungan demikian lebih penting daripada faktor lainnya.

Pasalnya, tanpa hubungan yang "harmonis" dengan atasannya, seorang bawahan (baca: staf) akan susah "kerasan", "betah", dan "produktif" bekerja.

Apalagi kalau atasannya punya "tipe bos", yang suka ngomel-ngomel enggak jelas, padahal dirinya sendiri pun belum tentu "becus" menjalankan tugas yang diberikan, sudah pasti si bawahan bakal langsung terpikir "cabut" dari kantor walaupun baru seminggu bekerja.

Untungnya, di kantor yang baru, saya punya atasan dengan "tipe pembimbing". Saya mengakui bahwa atasan saya jauh lebih ahli, punya pengetahuan luas, dan, enaknya, termasuk murah hati.

Makanya, sewaktu bekerja di bawah bimbingannya, saya jadi belajar banyak hal. Jarang-jarang saya menjumpai atasan yang "setangguh" dia.

Oleh sebab itu, saya bilang bahwa hubungan atasan-bawahan akan berpengaruh besar terhadap tingkat kepuasan karyawan di kantor. Hal itu juga diamini oleh Daniel Goleman, pakar kecerdasan emosi.

Dalam sejumlah bukunya, seperti Kecerdasan Emosional, Goleman menyebut bahwa ternyata bukan banyaknya tugas yang membikin karyawan "hengkang" dari kantor, melainkan perilaku atasannya-lah yang sering menjadi "biang kerok" permasalahan yang muncul.

Makanya, kalau kita menjumpai kantor yang karyawannya rutin keluar-masuk dalam artian banyak yang resign, bisa jadi, di kantor itu bersemayam "sesosok monster" yang doyan mengintimidasi karyawan dengan beban kerja berlebihan dan semburan kemarahan. Hahahahahaha

Oleh sebab itu, saya selalu merasa bahwa manajemen kantor perlu menyediakan sebuah "ruang khusus" untuk konsolidasi dan resolusi manakala konflik antara karyawan dan bawahan sudah sedemikian "runcing" sehingga berpengaruh kuat terhadap kinerja perusahaan.

Fasilitas yang jarang dimiliki itu jelas dibutuhkan apabila manajemen serius "memompa" tingkat kebahagiaan karyawannya.

Setelah itu, barulah kita bisa berandai-andai. Kalau suasana kantor sudah "lengkap" dan "nyaman", yang mana di situ ada atasan yang pengertian, fasilitas mantap dengan koneksi internet yang kencang, dan makanan yang berlimpah di pantri, akankah mayoritas karyawan menjadi happy bekerja di situ? Bisa saja!

Jadi, walaupun agak mustahil membahagiakan semua orang, kita tentu harus mengapresiasi langkah manajemen untuk mewujudkan kebahagiaan karyawannya.

Maka, bersyukurlah Anda yang bekerja di kantor yang manajemennya peduli terhadap kebahagiaan Anda!

Salam.

Adica Wirawan, founder of Gerairasa.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun