Pertanyaan-pertanyaan itulah yang kemudian membuat saya "berkaca" pada pengalaman sebelumnya. Sebab, berdasarkan pengalaman, ada banyak faktor yang menentukan tingkat kebahagiaan karyawan.
Selain fasilitas, beban kerja, dan gaji tentunya, ada satu faktor yang "luput" dari perhatian, yaitu hubungan antara atasan dan bawahan. Bagi saya, hubungan demikian lebih penting daripada faktor lainnya.
Pasalnya, tanpa hubungan yang "harmonis" dengan atasannya, seorang bawahan (baca: staf) akan susah "kerasan", "betah", dan "produktif" bekerja.
Apalagi kalau atasannya punya "tipe bos", yang suka ngomel-ngomel enggak jelas, padahal dirinya sendiri pun belum tentu "becus" menjalankan tugas yang diberikan, sudah pasti si bawahan bakal langsung terpikir "cabut" dari kantor walaupun baru seminggu bekerja.
Untungnya, di kantor yang baru, saya punya atasan dengan "tipe pembimbing". Saya mengakui bahwa atasan saya jauh lebih ahli, punya pengetahuan luas, dan, enaknya, termasuk murah hati.
Makanya, sewaktu bekerja di bawah bimbingannya, saya jadi belajar banyak hal. Jarang-jarang saya menjumpai atasan yang "setangguh" dia.
Oleh sebab itu, saya bilang bahwa hubungan atasan-bawahan akan berpengaruh besar terhadap tingkat kepuasan karyawan di kantor. Hal itu juga diamini oleh Daniel Goleman, pakar kecerdasan emosi.
Dalam sejumlah bukunya, seperti Kecerdasan Emosional, Goleman menyebut bahwa ternyata bukan banyaknya tugas yang membikin karyawan "hengkang" dari kantor, melainkan perilaku atasannya-lah yang sering menjadi "biang kerok" permasalahan yang muncul.
Makanya, kalau kita menjumpai kantor yang karyawannya rutin keluar-masuk dalam artian banyak yang resign, bisa jadi, di kantor itu bersemayam "sesosok monster" yang doyan mengintimidasi karyawan dengan beban kerja berlebihan dan semburan kemarahan. Hahahahahaha
Oleh sebab itu, saya selalu merasa bahwa manajemen kantor perlu menyediakan sebuah "ruang khusus" untuk konsolidasi dan resolusi manakala konflik antara karyawan dan bawahan sudah sedemikian "runcing" sehingga berpengaruh kuat terhadap kinerja perusahaan.
Fasilitas yang jarang dimiliki itu jelas dibutuhkan apabila manajemen serius "memompa" tingkat kebahagiaan karyawannya.