Persepsi saya seputar "dunia lari" berubah setelah saya berkesempatan meliput pagelaran Mandiri Jakarta Marathon 2017. Pasalnya, itulah pertama kalinya saya menyaksikan lomba marathon secara langsung sehingga saya bisa merasakan "euforia" para peserta yang berasal dari berbagai latar belakang, daerah, dan usia.
Sewaktu menaiki kereta menuju lokasi maraton yang terletak di Kawasan Monas, saya pergi memikirkan sejumlah kemungkinan. Yang terpikir oleh saya ialah jumlah peserta. Awalnya saya menduga bahwa peserta yang hadir paling-paling hanya mencapai angka ratusan.
Pasalnya, saya berpikiran, "Siapa sih yang mau bangun pagi-pagi hanya untuk melakukan lari maraton yang melelahkan? Jangankan antusias ikut lomba lari macam itu, bukankah orang Indonesia saja 'dikenal' malas jalan kaki, sebagaimana hasil survei suatu lembaga beberapa waktu lalu? Jadi, apakah akan ada banyak orang Indonesia yang punya minat bergabung dalam event lari yang disebut-sebut 'berkelas' internasional itu?"
Semua pikiran itu akhirnya "terpatahkan" sewaktu saya tiba di pintu gerbang Monas. Pasalnya, sepanjang jalan menuju garis start, saya mendapati sejumlah orang yang tampak ber-jogging.
Sekadar informasi, jumlah peserta maraton dikabarkan mencapai 16 ribu dan 2 ribu di antaranya berasal dari mancanegara. Wow!
Saya tiba di Media Center sekitar pukul lima pagi. Untungnya, saya masih sempat menyaksikan dimulainya marathon kategori 5k dan 10k.
Dengan dipandu oleh host yang luwes "bersilat lidah" dan diiringi oleh musik yang "diracik" oleh DJ yang cantik, sejumlah peserta mulai berlari perlahan-lahan melewati rute yang sudah ditentukan.
Sementara itu, kategori half dan full marathon sudah dimulai sebelum saya datang. Memang kategori tersebut sengaja dimulai lebih dulu karena rute yang ditempuh lebih jauh.
Pasalnya, peserta kategori half marathon harus menempuh jarak 21 km, yang dimulai dari Monas, Hayam Wuruk, Bundaran Hi, lalu kembali ke Monas.