Walaupun belum pernah mengajukan pinjaman dari bank, saya sudah sering mendengar kisah-kisah "pahit" penolakan yang didapat kenalan saya sewaktu mereka mencoba meminjam dana dari bank. Alasan penolakannya pun beragam. Namun, umumnya, mereka dianggap belum memenuhi syarat tertentu sehingga bank enggan memberi pinjaman.
Hal itu ternyata menimbulkan masalah. Pasalnya, mereka harus menunggu putusan bank sekian lama lantaran manajemen harus menjalani serangkaian birokrasi yang ribet dan lama. Ibarat menunggu jawaban dari calon istri dan suami, mereka menjadi ketar-ketir sendiri. Siapa sih yang enggak galau menanti sesuatu yang enggak pasti? Hahahahahahahahahaha.
Namun, setelah putusan diumumkan dan ternyata permohonan mereka ditolak oleh manajemen di ujung telepon, mereka hanya bisa diam seribu bahasa. Mungkin agak lebai. Namun, penolakan itu jelas bikin kecewa. Pasalnya, harapan mereka untuk mendapat pinjaman uang harus "pupus", bersama waktu yang habis terpakai akibat menanti kabar dari manajemen bank yang bersangkutan.
Masalah itulah yang ternyata dimanfaatkan oleh pelaku startup untuk membikin perusahaan financial technology alias fintech. Sejumlah perusahaan fintech, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri, kemudian menjadi "primadona" baru di masyarakat. Buktinya, situs-situs di bidang keuangan, seperti kitabisa.com, amartha, dan kreditgogo, berhasil merebut hati masyarakat.
Pertumbuhan dan perkembangan fintech kemudian mendapat perhatian dari sejumlah bank, termasuk BCA. Pasalnya, keberadaan fintech dikhawatirkan "menggusur" bank sebagai wadah perputaran uang masyarakat. Fintech bisa dipandang sebagai "kompetitor" bank. Biarpun kini skalanya masih kecil, kalau terus dibiarkan, bukannya mustahil kalau pada masa depan, masyarakat lebih memilih layanan fintech daripada bank.
Namun demikian, BCA memiiki pandangan berbeda terhadap fintech. Menurut Direktur BCA Henry Koenaifi, BCA justru ingin berkolaborasi, alih-alih berkompetisi dengan fintech. BCA melihat bahwa keberadaan perusahaan fintech bisa membantu BCA dalam mengenali kebutuhan "tersembunyi" masyarakat terhadap produk keuangan. Makanya, kedua perusahaan itu dapat saling melengkapi satu sama lainnya.
Fintech yang marak sekarang dapat dikategorikan fintech 3.0 karena menyediakan layanan yang mirip dengan bank. Namun demikian, fintech 3.0 belum memiliki regulasi yang ditentukan oleh OJK. Makanya, biarpun dapat menjadi alternatif pendanaan di masyarakat, perusahaan fintech tersebut belum mempunyai lisensi, layaknya bank.
Sementara itu, LPS alias Lembaga Penjamin Pinjaman, yang "menggawangi" dana masyarakat di perbankan, juga belum terdengar menyusun regulasi untuk perusahaan fintech yang bergerak pada bidang simpan-pinjam.
Persoalan itulah yang kemudian menjadi isu yang diangkat dalam pagelaran IKF VI. Event yang diselenggarakan oleh BCA, di The Ritz Carlton Pasific Place, pada tanggal 3-4 Oktober 2017 itu mengusung tema utama "Elevating Creativity & Innovation Through Digital Collaboration" dan menghadirkan sejumlah pembicara, seperti Bapak Rudiantara, Bapak Faisal Basri, dan Ibu Susi Pudjiastuti. Event itu akan mengupas secara panjang lebar potensi dan pesoalan yang dihadapi oleh bank dan fintech.