Kemudian, setelah memasuki dunia kerja, saya lebih mengenal dunia perbankan. Semua itu terjadi lantaran gaji saya langsung disetor via bank tertentu. Jadi, gaji yang saya terima bisa langsung ditabung.
Bagi saya, menabung di bank adalah sebuah cara yang "waras" dalam mengelola keuangan. Dengan menyimpan uang di bank, kita akan terhindar dari hal-hal yang tak diinginkan dan bisa membantu orang lain juga.
Hal itu sejalan dengan pemaparan yang disampaikan oleh Bapak Samsu Adi Nugroho, Sekretaris LPS Indonesia, dalam acara Nangkring Kompasiana di Artotel Thamrin pada tanggal 12 Agustus 2017 lalu. Pak Adi menjelaskan bahwa menaruh uang di bank itu jauh lebih aman daripada di bawah kasur atau di dalam toples.
Namun, bukankah kalau menabung di bank, uang kita juga bisa raib seperti kasus nasabah Bank Century pada tahun 2009? Potensi itu memang ada. Namun demikian, hal itu jarang terjadi.
Lagipula, kini sudah ada Lembaga Penjamin Simpanan yang dibentuk pada tahun 2004. Â Lembaga itu bertugas menjamin secara penuh semua dana nasabah maksimal dua miliyar dengan syarat 3T.
Apa saja 3T itu? (1) Tercatat dalam pembukuan bank, (2) Tingkat bunga simpanan tidak melebihi tingkat bunga penjaminan, yaitu 6,25%, dan (3) Tidak melakukan tindakan yang merugikan bank, seperti kredit macet. Jadi, asalkan ketiga syarat itu dipenuhi, dana yang kita simpan terjamin aman di bank.
Makanya, saya kemudian "berani" membuka beberapa rekening lagi. Hal itu dilakukan untuk mengalokasikan sejumlah anggaran ke setiap pos. Salah satunya dipakai untuk membeli KPR tadi.
Namun demikian, kalau hanya mengandalkan pemasukan dari gaji, kita tentu akan butuh waktu yang agak lama untuk mewujudkannya. Makanya, semangat kita yang awalnya menggebu-gebu bisa "kendor" lantaran terlalu lama menunggu.
Untuk menyiasatinya, saya kemudian terjun ke dunia bisnis. Sejak setahun terakhir, saya menekuni bisnis ritel dan online. Keuntungannya memang tak seberapa, bahkan terkadang saya defisit anggaran, tapi itu adalah "pondasi awal" dalam berinvestasi.
Hal itulah yang juga dilakukan oleh Rachman Abdul Rachim bersama kawannya sewaktu mulai berbisnis Kepiting Nyinyir. Dengan hanya bermodal tiga juta rupiah dari kantong sendiri, "tiga sekawan" itu sukses mengembangkan bisnisnya hingga meraup omset ratusan juta rupiah per bulan.