"Aku pernah ingin benar kepadamu, di malam raya, menjadi kanak-kanak kembali." Barangkali kutipan puisi Chairil Anwar tersebut dapat secara pas menggambarkan pengalaman saya sewaktu mengunjungi pabrik Faber-Castell yang terletak di Kawasan Industri MM2100, Cibitung, pada tanggal 11 Juli kemarin.
Betapa tidak, di situ, saya "diingatkan" dan "diajarkan" kembali seni menggambar, sesuatu yang sejak kecil sudah saya gemari. Makanya, bagi saya pribadi, kunjungan kemarin membongkar lagi "gudang kenangan" tentang masa kanak-kanak yang "kaya warna" layaknya buku gambar yang penuh dengan corat-coret artistik.
Kesan "artistik" itu juga terasa sewaktu saya memasuki ruang pabrik. Sejumlah lukisan indah yang terpajang rapi di dinding langsung "menyambut" saya di pintu masuk. Saya mengamati lekat-lekat lukisan itu, sekaligus "memuaskan" kerinduan saya terhadap karya seni yang hebat.
Nyaris tak ada suara dentuman keras mesin yang memekakkan liang telinga, seperti yang pernah saya alami di pabrik-pabrik yang pernah saya kunjungi sebelumnya. Belakangan, saya baru mengetahui kalau mayoritas mesin yang digunakan  di situ sudah menggunakan mekanisme elektrik, bukannya hidrolik. Makanya, lingkungan di sekitar pabrik minim polusi suara.
Awalnya, kami mendapat briefing singkat dari staf. Semua itu tentunya adalah bagian dari SOP yang wajib dilaksanakan manajemen pabrik. Setelah selesai, barulah kami menjalani "tur" untuk mengamati proses produksi marker Faber-Castell dari proses pencetakan bodi marker, pengisian tinta, sampai pengepakan marker.
Makanya, kalau kita membeli Connector Pen misalnya, produk tersebut bisa dimanfaatkan kembali andai isinya telah habis. Produk marker itu memang punya desain khusus karena bisa disusun menjadi pelbagai bentuk, layaknya permainan lego. Dari situ, kemudian kita bisa membikin kreasi mobil-mobilan dan candi.
Kemudian, bahan baku yang digunakan untuk produksi juga berasal dari hutan yang telah mendapat sertivikat FSC. Nah, untuk memastikan kualitas bahan, Faber-Castell membuka dan mengelola sendiri hutan produksinya. Hal itu tentunya tak hanya menjaga ketersediaan pasokan bahan baku, tapi juga mengurangi emisi CO2 terhadap lingkungan sekitar.