Dia lalu menjelaskannya secara panjang lebar soal pilihan warna untuk bentuk wajah tertentu, perawatan wajah yang baik, hingga tips-tips untuk mengatasi masalah pada muka.
Wawasannya sungguh membikin saya kagum.
Maka, saya pun berkata, “Nah, kenapa lu gak jualan kosmetik aja?”
Sesaat dia diam tertegun, tampak ragu-ragu.
“Kosmetik kan mahal,” katanya. “Nanti kalau gak laku gimana?”
Dengan enteng kemudian saya jawab, “Tenang, pasti laku. Buktinya, lu aja masih beli kosmetik, kan?”
Ide yang saya lemparkan kepadanya mungkin terdengar agak “nyeleneh”. Namun, saya enggak asal bicara sewaktu menyampaikan gagasan tersebut.
Bagi saya, itulah “kredo” yang saya anut dalam menjalankan bisnis: “Juallah sesuatu yang senang kita beli.” Mengapa? Karena kita mengenal betul seluk-beluk barang tersebut.
Kita senang membeli dan memakainya. Dari itulah kita bisa berbagi pengalaman kepada orang lain sewaktu kita menjajal produk tersebut, serta mampu menceritakan secara rinci kualitas barang tersebut, lengkap dengan semua kelebihan dan kekurangannya.
Dengan begitu, kita seolah menjadi seorang “duta produk” yang baik dan calon konsumen kita pun akan senang karena kita mengetahui lebih detil produk yang kita jual.
Enggak hanya itu, kita juga bisa berbagi rasa antusias terhadap kualitas produk tersebut. Percayalah kalau antusias itu bisa “menular” dan orang akan jauh lebih tertarik membeli kalau kita menceritakan produk itu dengan penuh antusias.
Itulah yang saya lakukan sewaktu dulu memulai bisnis. Saya adalah orang yang senang membaca. Apapun senang saya baca, seperti buku, artikel, dan jurnal.
Bagi saya, membaca itu enggak cuma bermanfaat mengisi waktu luang, tapi juga “memperkaya” pikiran dan jiwa.
Karena hobi membaca, saya mengoleksi banyak buku. Saya menyimpannya di rak, dan rak itu pun kini hampir jebol, lagi-lagi karena terlalu “disesaki” oleh buku.