Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Jomblo "Kombo"

1 Mei 2017   09:37 Diperbarui: 1 Mei 2017   13:47 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk sejumlah alasan, seharusnya tulisan ini tidak pernah dibuat. Namun, lantaran “terpancing” oleh obrolan ringan antara saya dan teman-teman pada hari Minggu kemarin, tangan saya terasa “gatal” untuk menuliskannya.

Pada saat itu, saya dan beberapa teman sedang duduk-duduk santai sehabis menyantap makan siang. Sambil menunggu proses pencernaan di perut, kami pun terlibat obrolan ringan.

Topik obrolan itu pun beragam, seperti soal pendidikan dan pekerjaan masing-masing. Namun, di tengah obrolan, salah seorang teman “membelokkan” arah pembicaraan ke topik percintaan. Jadilah kami asyik mengobrolkan pengalaman percintaan masing-masing.

Seperti halnya cewek, bagi yang sudah punya pacar, para cowok umumnya akan menceritakan perilaku pacarnya masing-masing. Tidak semua obrolan itu positif “bunyi”-nya, lantaran yang lebih sering dibicarakan adalah perilaku pasangannya yang dirasa “menjengkelkan”, seperti mood-mood-an membalas chat dan hilang tanpa kabar yang jelas.

Kami yang mendengarkan curhatan itu menanggapinya dengan santai, bahkan membumbuinya dengan ledekan yang mengundang tawa. Jadilah obrolan itu terasa “renyah” disimak dan dibahas.

Namun, tidak semua teman “angkat bicara” pada obrolan tersebut. Sebagian lebih suka menjadi “penyimak yang baik”, alih-alih ikut membahas topik tersebut.

Mungkin mereka merasa tak punya pengalaman yang unik dalam kehidupan percintaannya. Mungkin juga mereka tak ingin kisah cintanya diketahui banyak orang.

Namun demikian, sedikit apapun pengalaman percintaan yang dimiliki, setiap orang pasti mempunyai cerita cinta yang menarik disimak.

Hal itu tentunya berlaku juga untuk para jomblo. Biarpun saat ini masih sendiri, para jomblo tentu memiliki kisah cinta di dalam hidupnya.

Hanya saja, mungkin karena sungkan atau takut dijadikan bahan olok-olok di antara teman-temannya, mereka kemudian menutup rapat-rapat pengalaman asmaranya bersama lawan jenis. Padahal, kalau diceritakan, barangkali saja mereka akan menemukan “jalan keluar” atas persoalan cinta yang dihadapinya.

Namun demikian, namanya juga anak muda. Kalau sudah bicara tentang cinta, pasti ada saja guyonan yang diselipkan dalam curhatan tersebut. Misalnya, dalam sebuah obrolan lainnya, pernah teman saya diledek habis-habisan setelah menceritakan usahanya dalam mendekati lawan jenis.

Ia menuturkan bahwa usahanya dalam PDKT dengan seorang gadis “mentok” karena si gadis ternyata telah jatuh cinta dengan lelaki lain. Setelah mengetahui hal tersebut, ia pun patah hati dan memutuskan mundur dari “perburuan” tersebut.

Alih-alih memberi dukungan mental, teman-teman lainnya malah menjadikan ceritanya sebagai bahan lelucon. Jadilah kami semua, termasuk teman saya yang diolok-olok itu, tertawa lepas.

Bagi yang punya hati “baja”, olokan semacam itu tentu akan ditanggapi secara wajar. Semua olokan yang didapat tak akan dimasukkan ke dalam hati lantaran ia bisa memahami bahwa itu adalah “bumbu-bumbu” obrolan antarteman.

Namun, bagi yang punya hati sensitif, guyonan itu bisa menimbulkan sakit hati yang lebih dalam. Betapa tidak! Sudah gagal dapat pasangan, kini malah diledek teman pula!

Ibarat permainan game Takken, ia mendapat pukulan kombo alias pukulan ganda, yang menyebabkan sakit hatinya bertambah dalam.

Jleb! Jleb! Jleb!

Makanya, dari situ, tentu kita bisa memetik hikmah bahwa tidak semua orang bisa diperlakukan demikian. Kita harus melihat situasi dan memahami sifat orang tersebut sebelum kita menyampaikan guyonan.

Sebab, jika kita melakukan kesalahan, guyonan yang tadinya hanya dimaksudkan untuk mencairkan suasana bisa berubah menjadi “korek” yang membakar tali pertemanan. Akibatnya, pertemanan yang sudah dijalin sekian tahun bisa putus begitu saja gara-gara kita kurang peka terhadap orang itu.

Selain itu, guyonan demikian janganlah disampaikan berulang-ulang, apalagi pada kesempatan lain dan kepada orang lain. Bisa-bisa orang tersebut jengah dan marah karena merasa bahwa dirinya telah dipermalukan.

Dari uraian di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa pembicaraan seputar asmara ternyata bisa sangat sensitif. Kita tentu harus berhati-hati membahasnya agar tak melukai perasaan orang lain. Makanya, nasihat penyair Joko Pinurbo barangkali bisa menjadi pertimbangan: “hati-hati dengan hati.”

Salam.

Adica Wirawan, Founder Gerairasa.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun