Ia menuturkan bahwa usahanya dalam PDKT dengan seorang gadis “mentok” karena si gadis ternyata telah jatuh cinta dengan lelaki lain. Setelah mengetahui hal tersebut, ia pun patah hati dan memutuskan mundur dari “perburuan” tersebut.
Alih-alih memberi dukungan mental, teman-teman lainnya malah menjadikan ceritanya sebagai bahan lelucon. Jadilah kami semua, termasuk teman saya yang diolok-olok itu, tertawa lepas.
Bagi yang punya hati “baja”, olokan semacam itu tentu akan ditanggapi secara wajar. Semua olokan yang didapat tak akan dimasukkan ke dalam hati lantaran ia bisa memahami bahwa itu adalah “bumbu-bumbu” obrolan antarteman.
Namun, bagi yang punya hati sensitif, guyonan itu bisa menimbulkan sakit hati yang lebih dalam. Betapa tidak! Sudah gagal dapat pasangan, kini malah diledek teman pula!
Ibarat permainan game Takken, ia mendapat pukulan kombo alias pukulan ganda, yang menyebabkan sakit hatinya bertambah dalam.
Jleb! Jleb! Jleb!
Makanya, dari situ, tentu kita bisa memetik hikmah bahwa tidak semua orang bisa diperlakukan demikian. Kita harus melihat situasi dan memahami sifat orang tersebut sebelum kita menyampaikan guyonan.
Sebab, jika kita melakukan kesalahan, guyonan yang tadinya hanya dimaksudkan untuk mencairkan suasana bisa berubah menjadi “korek” yang membakar tali pertemanan. Akibatnya, pertemanan yang sudah dijalin sekian tahun bisa putus begitu saja gara-gara kita kurang peka terhadap orang itu.
Selain itu, guyonan demikian janganlah disampaikan berulang-ulang, apalagi pada kesempatan lain dan kepada orang lain. Bisa-bisa orang tersebut jengah dan marah karena merasa bahwa dirinya telah dipermalukan.
Dari uraian di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa pembicaraan seputar asmara ternyata bisa sangat sensitif. Kita tentu harus berhati-hati membahasnya agar tak melukai perasaan orang lain. Makanya, nasihat penyair Joko Pinurbo barangkali bisa menjadi pertimbangan: “hati-hati dengan hati.”
Salam.
Adica Wirawan, Founder Gerairasa.com