Sewaktu menghadiri acara “Big Bad Wolf” di ICE BSD City, saya takjub melihat “lautan” buku yang terhampar di sepanjang hall yang luas. Beragam jenis buku, fiksi dan nonfiksi, disusun di atas meja yang diatur sedemikian rupa hingga memenuhi sudut-sudut ruangan, dan setiap pengunjung dari beragam umur terlihat sibuk memilah dan memilih buku yang akan dibelinya.
Pemandangan itu akhirnya “menjawab” rasa penasaran saya tentang pesta buku yang diadakan setahun sekali itu. Pada tahun lalu, saya absen mengunjungi pesta buku itu, dan hanya bisa membaca ulasannya di media elektronik.
Dari sejumlah artikel yang saya baca, saya kemudian mengetahui bahwa pesta buku itu ternyata menuai sukses besar. Makanya, pada tahun ini, panitia mengadakannya kembali di tempat yang sama dengan harapan bahwa acara kali ini akan sesukses tahun sebelumnya.
Hal itu kemudian “menggelitik” rasa ingin tahu saya, hingga akhirnya saya pergi mengunjunginya pada hari ini. Karena jaraknya yang jauh, saya memutuskan naik keretaapi.
Pada pukul sembilan pagi, saya berangkat dari Stasiun Bekasi. Kereta api yang melaju cepat kemudian mengantar saya ke Stasiun Manggarai. Dari stasiun itu, saya melanjutkan perjalanan ke Stasiun Tanahabang yang padat, lalu menaiki kereta ke Stasiun Cisauk, Serpong.
Sesampainya di Stasiun Cisauk, saya menyewa jasa Gojek ke ICE BSD City. Karena lokasinya terletak di hall 7-10, saya harus memutar cukup jauh sebelum akhirnya tiba di lokasi. Saya lalu berjalan menuju gerbang masuk yang terlihat sepi. Karena pergi pada hari kerja, saya berpikir hanya ada sedikit pengunjung yang datang.
Bagi para pecinta buku, seperti saya, pesta buku itu bisa diibaratkan sebagai “surga kecil”, sebab di situ saya bisa memborong buku berkualitas dengan harga miring. Tak hanya dari penerbit lokal, di situ, saya juga menemukan buku-buku dari penerbit asing. Makanya, dengan membacanya, kita bisa lebih mengenal produk-produk budaya bangsa lain yang ikut dipamerkan.
Makanya, bagi yang belum terbiasa, kegiatan itu bisa menyebabkan “mabok” buku. Kepala bisa pusing, napas tersengal-sengal, dan kaki pegal-pegal karena terlalu banyak bergerak ke sana-ke sini untuk mencari buku.
Biarpun di dalam hall terdapat barisan stand yang siap menyajikan makanan kepada pengunjung yang lapar, sayangnya tak ada suara musik yang terdengar. Makanya, sewaktu berjalan-jalan mencari buku, paling banter kita hanya akan mendengar suara roda troli yang didorong pengunjung lain. Hal itu tentunya menyebabkan suasana terasa “sepi” dan kurang “cair”.
Namun demikian, pesta buku itu tentunya perlu mendapat apresiasi lantaran membantu “menyuburkan” literasi di masyarakat. Dengan adanya acara semacam itu, minat baca masyarakat bisa ditingkatkan sedikit demi sedikit.
Selain itu, acara tersebut juga bisa menjadi sarana edukasi bagi anak-anak karena banyak orangtua yang mengajak anaknya ke acara itu. Makanya, lewat kegiatan itulah anak-anak punya kesempatan untuk mengenal pelbagai bacaan, yang kemudian diharapkan dapat menumbuhkan kecintaannya terhadap membaca ketika mereka dewasa nanti.
Salam.
Adica Wirawan, Founder Gerairasa.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H