Revolusi teknologi tak melulu terjadi di dunia perangkat seluler dan komputer, tapi juga di wilayah sanitasi, khususnya toilet. Buktinya, kini telah muncul sejumlah perusahaan yang mengembangkan teknologi “toilet pintar”.
Sebut saja “toilet pintar” yang terdapat di kawasan Beijing, Tiongkok. Pemerintah setempat sudah menerapkan teknologi facial recognition di toilet umum yang terdapat di sejumlah lokasi wisata.
Teknologi itu bertujuan membatasi penggunaan kertas tisu di toilet umum. Pembatasan itu dilakukan karena sebelumnya sejumlah turis mengeluh sering kehabisan tisu sewaktu akan memakai toilet umum.
Akibatnya, kondisi toilet menjadi kotor dan hal itu tentunya mengganggu kenyamanan pengunjung. Setelah dilakukan penyelidikan, barulah diketahui bahwa penyebabnya adalah perilaku turis yang sering memboroskan kertas tisu yang tersedia.
"Orang-orang mengambil banyak tisu terutama karena mereka khawatir tak dapat memperolehnya lagi ketika mereka ingin menggunakannya pada waktu berikutnya. Namun, jika kami dapat menyediakan teknologi itu di setiap toilet, kebanyakan orang tak akan melakukannya lagi," kata Zhan Zhan Dongmei, seorang peneliti dari China Tourism Academy.
Untuk menggunakan fasilitas itu, setiap pengunjung akan dipindai wajahnya dan mesin facial recognition kemudian memberi “jatah” tisu yang bisa dipakai.
Perangkat itu punya banyak fungsi, seperti mengucurkan air untuk membersihkan kotoran, mengeluarkan udara hangat untuk proses pengeringan, dan menyeprotkan pengharum ruangan secara otomatis. Selain itu, alat tersebut juga dilengkapi lampu ultraviolet yang bertujuan membunuh bakteri setelah kloset selesai digunakan.
Angka itu sebetulnya “lebih murah” daripada Washlet yang dihargai sekitar Rp 160 juta. Biarpun demikian, tetap saja toilet tersebut belum bisa dipakai di setiap rumah lantaran harganya menguras banyak isi dompet.
Selain itu, model yang dipakai untuk teknologi itu adalah kloset duduk. Sebuah model yang kurang mendukung proses buang air besar yang baik. Semua itu terjadi lantaran posisi jongkok jauh lebih baik dalam memperlancar keluarnya tinja daripada posisi duduk.
"Posisi ideal untuk buang air besar adalah jongkok dengan paha tertekuk pada perut. Dengan cara itu, kapasitas rongga perut sangat berkurang dan tekanan intra-abdomen meningkat, sehingga akan lebih mendorong pengeluaran feses," ungkap Henry L. Bockus, seperti dikutip dari jurnal Gastroenterology.
Ketika kita buang air besar, otot puborectalis mengendurkan tekanannya di rektum untuk memungkinkan feses keluar. Dalam posisi duduk, tekanan yang ada hanya mengendur sebagian. Sementara itu, dalam posisi jongkok, tekanannya mengendur dan rileks dengan sempurna sehingga memudahkan proses pengeluaran feses.
Posisi duduk, secara tegak lurus 90 derajat, justru membuat proses buang air besar menjadi lebih sulit untuk dilakukan dan tenaga yang dibutuhkan juga menjadi lebih besar.
Selain itu, menurut jurnal Digestive Diseases and Sciences, dibutuhkan waktu lebih lama untuk buang air besar dengan toilet duduk sebab tubuh butuh proses untuk mendorong feses melalui sudut rectoanal. Pada posisi jongkok tidak butuh waktu lama karena sudut rectoanal telah terbentuk dengan sendirinya dan feses pun terdorong.
Itulah barangkali yang bisa disebut sebagai kelemahan toilet pintar seperti telah dijelaskan di atas. Andaikan bentuknya diubah menjadi kloset jongkok, mungkin itu akan jauh lebih baik.
Salam.
Adica Wirawan, Founder Gerairasa.com
Referensi:
- “China introduces facial recognition technology to dispense toilet paper,” cbc.ca, diakses pada tanggal 4 April 2017.
- “Secanggih apa toilet seharga Rp160 juta?,” bbc.com, diakses pada tanggal 4 April 2017.
- “Toilet Jongkok Vs Toilet Duduk, Mana yang Lebih Sehat di Mata Dokter?,” detik.com, diakses pada tanggal 4 April 2017.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H