Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Ada Apa dengan "O"-nya Kompasiana?

24 Februari 2017   10:08 Diperbarui: 24 Februari 2017   10:30 747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maka, dengan fitur itu, Kompasiana mencoba berbagi profit dengan kompasianernya, sehingga kalau ada yang bertanya, “Nulis di Kompasiana dibayar ga?”, kita bisa menjawab, “Dibayar lho,” dan kemudian kita akan mendengar suara “ooooooooooooo” yang lebih panjang.

Sebagai penutup, saya ingin menyampaikan “o” yang lebih personal sifatnya. Jujur saja pertemuan kemarin adalah acara Kompasiana yang baru pertama kali saya ikuti.

Tahun lalu sebetulnya saya ingin menghadiri acara Kompasianival di Smesco, tetapi karena saya ada acara penting di Serpong, niat itu kemudian batal. Jadi, baru kemarin, saya punya kesempatan bertatap muka dengan Kompasianer lainnya.

Sebelumnya saya lebih mengenal Kompasianer lainnya hanya lewat tulisan dan foto profil di akunnya tanpa pernah melihat, mendengar, atau mengobrol secara langsung. Namun, kemarin, saya berkesempatan berkenalan dengan sejumlah Kompasianer, seperti Mas Agung Han dan Mas Reno Dwiheryana, serta pengelola Kompasiana, seperti Pak Iskandar Zulkarnaen dan Pak Nurulloh.

pak iskandar zulkarnaen, ibu veronika roro sekar wening, dan pak andy budiman meresmikan logo baru kompasiana/ dokumentasi pribadi
pak iskandar zulkarnaen, ibu veronika roro sekar wening, dan pak andy budiman meresmikan logo baru kompasiana/ dokumentasi pribadi
Bagi saya, perkenalan secara langsung seperti itu menarik sebab sewaktu berjumpa dengan Kompasianer lainnya, persepsi saya sontak berubah. “Kok beda ya dengan yang saya pikir selama ini,” kata saya dalam hati.

Apa yang ditampilkan di tulisan dan foto seseorang ternyata bisa berbeda dengan realitanya. Dari situ kemudian saya mendapat sebuah pesan moral: “Jangan menilai orang dari foto atau tulisannya saja.”

Hehehe.

Pertemuan itu menjadi ajang silaturahmi antar Kompasianer dan pengelola Kompasiana. Sebagian besar yang hadir sudah saling mengenal sebelumnya, sehingga mereka bisa cipika-cipiki dan bercanda sebebasnya tanpa lagi jaim alias jaga imej.

Menurut saya, mereka adalah nyawa Kompasiana yang sesungguhnya. Jika situs dan perangkat lainnya diibaratkan sebagai jasmani, para Kompasianer itulah yang menjadi “ruh” yang menghidupkan Kompasiana.

Tanpa interaksi dari para kompasianernya, Kompasiana yang kini sudah beranggotakan 330.000 lebih itu bukanlah apa-apa. Maka, sewaktu melihat, mendengar, dan merasakan “kekeluargaan” yang kental pada acara kemarin, diam-diam, di dalam hati, saya bergumam kagum, “O, itu toh Kompasianer itu!”

kompasianer yang menjadi nyawa kompasiana/ dokumentasi pribadi
kompasianer yang menjadi nyawa kompasiana/ dokumentasi pribadi
Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun