Kemudian, Kompasianer Andri juga menyampaikan usul supaya urutan domain Kompasiana diubah karena urutan nama domain yang ada sekarang dianggap menjadi “biang keladi” lain kesalahkaprahan tersebut.
Konsep itu tampaknya terinspirasi dari layanan blogger dan wordpress, yang domainnya diawali oleh nama pemakainya, sehingga jelaslah kalau itu adalah blog personal, dan bukannya portal berita. Andaikan Kompasiana memakai sistem itu, identitas Kompasiana sebagai etalase blog warga tentu akan tampak jelas.
Namun demikian, pengelola Kompasiana rupanya punya pandangan berbeda, sebab Kompasiana sudah “terlanjur” menerapkan sistem urutan domain yang umumnya dipakai oleh media sosial, seperti twitter, sehingga jika hal itu dilakukan, semua bentuknya harus dirombak secara total.
Agar mispersepsi itu tak berkepanjangan seperti film India, Kompasiana kemudian memutuskan mengganti slogan dari yang tadinya “Sharing. Connecting.” menjadi “Beyond Blogging.” Slogan baru itu diharapkan akan mempertegas identitas Kompasiana, sehingga masyarakat yang sebelumnya beranggap Kompasiana adalah portal berita barangkali akan bergumam, “O, ternyata, selama ini, Kompasiana itu media blog toh!”
Kemudian, “o” lainnya yang juga terdengar unik adalah “o” yang disertai oleh desahan penuh “kesal, sebal, dan marah”, terutama ketika Kompasianer sering gagal login, fotonya raib, dan artikelnya lenyap. Maka, jangan heran kalau kita sering mendengar cibiran: “Kompasiana eror lagi? O, udah biasa.”
Cibiran seperti itu tentunya kurang sedap didengar. Namun, demikianlah yang terjadi di “lapangan”. Pengelola Kompasiana sadar betul hal itu, apalagi setelah mendengar pelbagai keluhan Kompasianer, seperti yang disampaikan oleh Pak Yon Bayu, yang 20 artikelnya lenyap termoderasi sistem.
Kecewa? Jelas. Betapa tidak, kalau satu tulisan hilang saja kita bisa merajuk, apalagi 20 tulisan! Supaya kasus serupa tak terulang ke depannya, pengelola bekerja keras terus memperbaiki sistem.
Kemudahan akses harus menjadi prioritas, sebab percuma saja punya tampilan baru, tetapi situsnya susah diakses penggunanya. Makanya, tim IT Kompasiana terus berbenah, biarpun harus menghadapi segudang kodingan yang ruwet, jelimet, dan semrawut.
Namun, “o” yang penuh nada getir itu akan tergantikan oleh “o” lain, yang nadanya lebih riang, lantaran pada peluncuran wajah baru Kompasiana bulan Juni nanti, akan ada fitur Content Affiliation. Fitur itu berfungsi sebagai “jembatan” yang menghubungkan Kompasianer dengan pihak sponsor.