Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

"Bayang-Bayang Gelap" IPO Snap Inc

22 Februari 2017   08:07 Diperbarui: 23 Februari 2017   18:24 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
perusahaan snap inc. akan melakukan ipo pada bulan maret 2017/ reuter.com

Jelang peluncuran IPO (Initial Public Offering), keraguan masih “menyelimuti” sejumlah investor untuk menanamkan modalnya di Snap Inc. Hal itu terjadi lantaran para investor menilai bahwa aplikasi Snapchat, yang menjadi produk unggulan dari Snap Inc., tak akan mampu bersaing dengan media sosial lainnya, seperti Facebook dan Twitter, yang sudah lebih dulu melantai di bursa saham.

Walaupun perusahaan itu baru-baru ini melaporkan bahwa jumlah pengguna dan pendapatan yang diperoleh pada tahun 2016 mengalami peningkatan daripada tahun sebelumnya, hal itu dinilai belum bisa “mengusir” keraguan para investor. Apalagi, sudah sejak lama, para investor mengkritik bahwa desain aplikasi Snapchat tampak membingungkan sewaktu digunakan.

Namun demikian, aplikasi yang dikembangkan oleh Evan Spiegel, Bobby Murphy, dan Reggie Brown itu masih diminati banyak orang, terutama anak muda. Berdasarkan laporan yang dirilis perusahaan, pada tahun 2016 saja, jumlah penggunanya mencapai 158 juta orang, dan angka itu terus bertambah jelang IPO.

Hal itulah yang kemudian menjadi “modal” bagi Snap Inc. untuk menawarkan sahamnya di New York Stoke Exchange pada awal bulan Maret 2017. Dari situ, perusahaan berharap mendapatkan suntikan dana antara 20 sampai 25 miliyar dollar.

Apa yang dilakukan Snap Inc. dengan melantai di bursa saham sebetulnya adalah impian bagi semua perusahaan berbasis teknologi informasi. Dengan menawarkan sahamnya kepada publik, perusahaan tak hanya akan mengatasi kekurangan modal untuk kegiatan operasional, tetapi juga mampu memperluas bisnis  ke pelbagai belahan dunia.

Oleh sebab itu, IPO seolah menjadi “impian besar” yang ingin diwujudkan perusahaan tersebut. Biarpun harus menjalani prosedur administrasi yang rumit, perusahaan itu berjuang keras supaya bisa masuk ke lantai bursa.

Namun demikian, apakah dengan masuk bursa saham, masalah yang dihadapi perusahaan akan jauh berkurang? Nyatanya tidak. Justru masalah yang didapat bisa bertambah besar seiring berkembangnya perusahaan.

Pepatah mengatakan bahwa semakin tinggi sebuah pohon, semakin kencang pula angin yang menerpanya. Maka, semakin besar ukuran suatu perusahaan, semakin kompleks juga persoalan yang akan dihadapi.

Buktinya, kita dapat bercermin pada sejumlah kasus yang terjadi di perusahaan yang telah lebih dulu masuk bursa saham. Barangkali, salah satu yang “legendaris” adalah kasus “terdepaknya” Steve Jobs dari jajaran direksi perusahaan Apple pada tahun 1985.

Pada saat itu, Jobs berselisih dengan John Scully, CEO yang direkrutnya, tentang perbedaan harga untuk produk baru yang akan diluncurkan. Perselisihan yang awalnya hanya terjadi antara Jobs dan Scully kemudian “merembet” ke dewan direksi lainnya.

Rupanya sudah sejak lama jajaran direksi lainnya tak menyukai sepak terjang jobs dalam perusahaan. Biarpun termasuk salah satu pendiri, oleh dewan direksi lainnya, semua aksinya dianggap berpotensi “membahayakan” kelangsungan perusahaan.

Makanya, sewaktu Jobs berseteru dengan Scully, mereka beramai-ramai membela Scully. Lantaran kalah suara, Steve Jobs kemudian “digusur” dari kursi dewan direksi.

Sungguh ironis memang. Jobs yang menjadi “peletak batu pertama” Apple justru harus “cabut” dari perusahaan itu karena kalah dukungan. Namun, demikianlah “politik kantor” yang terjadi, dan hal itu tentunya bisa berlaku pula kepada perusahaan lainnya, termasuk Snap Inc., yang akan melakukan IPO.

Belum lagi tekanan yang muncul dari pemegang saham mayoritas. Sebagai orang yang punya presentase jumlah saham yang dominan, pemegang saham tersebut tentu punya wewenang besar dalam menentukan “haluan” perusahaan. Jadi, terkadang ia merasa punya “hak” untuk mencampuri urusan perusahaan.

Hal itu tentunya sah-sah saja dilakukan, bergantung kesepakatan yang telah dibikin sebelumnya. Namun, yang menjadi persoalan adalah kalau pemegang saham itu terlalu “aktif” ikut campur tangan dalam menentukan kebijakan.

Hal itu tentunya akan berdampak pada produktivitas perusahaan. Apalagi, kalau terjadi perselisihan antar “kubu” pemegang saham, bisa-bisa masalah akan semakin runyam dan kinerja perusahaan di semua lini bakal terganggu.

Itulah “bayang-bayang gelap” yang akan menghadang Snap Inc. nantinya. Jadi, jangan melulu kita beranggapan bahwa dengan melakukan IPO, perusahaan akan punya banyak duit, pemiliknya bakal kaya raya, dan bisnisnya bisa menjangkau seluruh dunia.

Namun, lihatlah “sejarah kelam” yang pernah dialami oleh perusahaan yang sudah lebih dulu masuk bursa saham. Dengan demikian, perusahaan bisa belajar dari pengalaman, supaya kejadian serupa dapat diantisipasi dengan baik.

Salam.

Adica Wirawan, founder gerairasa.com

Referensi:

“Snap lowers valuation expectations in highly awaited IPO,” reuters.com, diakses pada tanggal 18 Februari 2017.

“Jelang IPO, Snapchat Ungkap Jumlah Pengguna dan Pendapatan,” kompas.com, diakses pada tanggal 18 Februari 2017.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun