Beberapa waktu yang lalu, sewaktu saya mengunjungi kediaman salah satu bibi saya, bibi saya mengeluh bahwa kaki palsu yang belum lama dibelinya terasa kurang nyaman ketika digunakan. Menurutnya, kaki buatan itu terasa berat dan kaku, sehingga ia sulit berjalan saat memakainya.
Bibi saya menggunakan kaki buatan itu setelah salah satu kakinya diamputasi akibat penyakit diabetes. Semua kejadian itu berawal ketika ia tak sengaja menginjak sebuah suvenir di lantai.
Lantaran suvenir itu punya sisi yang tajam, kakinya pun terluka. Sayangnya, luka itu tak lekas mengering karena penyakit diabetes yang sejak lama diidap oleh bibi saya.
Dari hari ke hari, luka yang semula berukuran kecil malah bertambah besar. Kulit kaki bibi saya pun menghitam. Lantaran merasa khawatir, pihak keluarga kemudian membawanya ke rumah sakit.
Di sana lukanya dibersihkan dan kakinya dibungkus perban. Ia pun harus menjalani rawat inap selama beberapa hari.
Sewaktu melihat kondisi lukanya yang terus menjalar, dokter merekomendasikan kalau kakinya harus diamputasi segera. Jika tidak, organ lain akan ikut terkena pembusukan, dan kalau itu sudah terjadi, nyawa bibi saya bisa terancam.
Pihak keluarga pun berunding, dan akhirnya memutuskan setuju melakukan amputasi. Semua itu dilakukan demi kelangsungan hidup bibi saya.
Pascaoperasi, kesehatannya pun pulih. Namun demikian, sebagian besar aktivitasnya kini lebih banyak dihabiskan di kursi roda.
Selain itu, ia pun belajar menyesuaikan diri supaya terampil memakai kaki buatan yang dibelinya. Semua itu dilakukan agar ia dapat bergerak secara bebas, dan melakukan segala sesuatu secara mandiri.
Namun, seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, persoalannya adalah ketidaknyamanan yang timbul sewaktu ia menggunakan kaki buatan itu.
Mungkin itu terjadi karena ia belum terbiasa. Biarpun demikian, ke depannya ia berharap bisa lebih luwes berjalan memakai kaki buatan tersebut.
Persoalan yang dihadapi oleh bibi saya barangkali juga dialami oleh orang lain yang mengalami peristiwa serupa. Tentu akan timbul perasaan tidak nyaman sewaktu kita memakai kaki itu.
Jika sebelumnya kita bebas menekuk lutut, atau menggerakkan jari kaki, kini dengan memakai kaki buatan, semuanya terasa kaku. Kita jadi merindukan saat-saat ketika kita bebas berjalan dengan kedua kaki kita ke mana pun kita mau.
Permasalahan itulah yang kemudian coba diatasi oleh sejumlah ilmuwan dan perusahaan. Mereka kini telah mengembangkan teknologi kaki buatan, sehingga siapapun merasa nyaman memakainya.
Sebut saja Blatchford’s Orion 3. Blatchford’s Orion 3 adalah sebuah kaki buatan yang dilengkapi oleh teknologi hidrolik dan mikroprosesor.
Teknologi itu tentunya menjadi sebuah terobosan dalam perkembangan teknologi prostetik. Dengan dilengkapi komputer, kaki itu dapat bergerak secara lebih alami. Dengan demikian, pemakainya tak perlu lagi merasa risih sewaktu berjalan memakai kaki tersebut.
Setali tiga uang, peneliti dari Imperial College London juga mengembangkan teknologi serupa. Hanya bedanya, mereka mengembangkan model tangan buatan.
Selanjutnya, tangan itu bisa bergerak mengikuti perintah yang disampaikan. Biarpun baru bisa melakukan gerakan yang sederhana, teknologi itu akan membuka kesempatan bagi penelitian lanjutan.
Kedua alat yang telah dipaparkan di atas bisa menjadi sebuah titik cerah bagi perkembangan teknologi prostetik, walaupun wujud dan fungsinya masih sederhana. Biarpun demikian, apabila telah disempurnakan, bukannya mustahil kalau teknologi itu nantinya akan menolong jutaan orang yang terpaksa kehilangan anggota tubuh akibat pelbagai hal.
Salam.
Adica Wirawan, founder gerairasa.com
Referensi:
“Prosthetic arm technology that detects spinal nerve signals developed by team”, imperial.ac.uk, diakses pada tanggal 7 Februari 2017.
“Advances in prosthetic knee technology”, news-medical.net, diakses pada tanggal 7 Februari 2017.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H