Masalah mulai timbul ketika para pemain tersebut tidak bisa log out untuk kembali ke dunia nyata. Rupanya game itu sudah diatur sedemikian rupa oleh penciptanya, Kayaba Akihiko, agar setiap pemain terjebak selama-lamanya di dalam game tersebut.
Satu-satunya jalan untuk kembali ke dunia nyata adalah dengan mengalahkan monster di lantai 100. Namun, itu bukanlah tugas yang mudah karena setiap lantai dijaga oleh monster yang punya kekuatan yang berbeda. Maka, semakin tinggi lantai yang berhasil dicapai, semakin kuat monster yang harus dilawan.
Selain itu, tugas itu pun penuh risiko lantaran jika avatar yang digunakan pemain tewas dalam menjalankan misi, sistem akan memancarkan gelombang ke helm Nerve Gear yang dipakai untuk menghancurkan otak pemain yang bersangkutan. Jadi, kalau avatarnya mati di dalam game, si pemain juga akan turut mati di dunia nyata.
Biarpun hanya sebuah karya fiksi, bukan mustahil apa yang dialami oleh para pemain game Sword Art Online itu bisa terjadi pada masa depan. Mengapa? Karena perangkat yang digunakan para pemain dalam serial itu mirip dengan perangkat virtual reality yang sudah dijelaskan di atas. Walaupun punya bentuk yang berbeda, perangkat yang dipakai memiliki fungsi yang sama: menciptakan pengalaman senyata mungkin dalam dunia game.
Sebagaimana teknologi lainnya, virtual reality punya sisi terang dan sisi gelap. Itu bisa menghasilkan manfaat, atau malah mudarat. Semua itu tentu bergantung pada kebijaksanaan kita dalam memakainya. Maka, jika kita memanfaatkannya untuk kebaikan, teknologi itu akan membawa keberkahan bagi hidup kita, dan sebaliknya pun demikian. Jangan sampai perangkat yang kita ciptakan malah “memperalat” hidup kita pada masa depan.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H