Ya, para ilmuwan hanya bisa memantau kondisi pemukaan Mars lewat foto yang diambil dari satelit atau “mengutus” robot untuk mencari data seputar lingkungan di planet yang berwarna marun tersebut sebagai bahan kajian. Ilmuwan belum berani “terjun” langsung mengobservasi Mars lantaran kondisi lingkungan di situ masih sangat berbahaya.
Sayangnya debit air yang berhasil ditemukan sangat sedikit jumlahnya. Hal itu tentunya tidaklah cukup memenuhi kebutuhan umat manusia secara keseluruhan. Dengan demikian, apakah Mars sudah siap menjadi tempat tinggal umat manusia pada masa depan, itu masih diragukan oleh sejumlah kalangan.
Upaya Pembuatan Roket ke Mars
Namun, untuk pertanyaan kedua, “Apakah manusia sudah mempersiapkan diri tinggal di Mars?”, kita sudah punya jawaban yang lebih pasti. Kini memang telah ada sejumlah perusahaan yang menyediakan layanan terbang ke ruang angkasa.
Sebut saja perusahaan SpaceX, yang didirikan oleh Elon Musk. Perusahaan itu tengah menyiapkan sistem roket yang dapat membawa banyak manusia ke Mars. Semua itu direncanakan akan rampung pada tahun 2018, dan setiap orang yang ingin “menjajal” lingkungan Mars harus merogoh kecek yang dalam, sebab SpaceX membandrol tiket sebesar 2,5 miliar rupiah per orangnya.
Boeing memang bersaing dengan SpaceX dalam upaya "menerbangkan" manusia ke Mars. Untuk menyukseskan proyek tersebut, Boeing harus mengucurkan dana sedikitnya US$ 60 miliar (sekitar Rp 780 triliun) pada pengembangan yang didanai NASA sebelum misi berawak manusia ke Mars itu terwujud di tahun 2030-an.
Kita memang enggak bisa mencegah kepunahan, yang entah kapan akan terjadi. Namun, kita bisa memperlambat terjadinya kepunahan itu dengan sejumlah cara, seperti pelestarian lingkungan.
Kini sudah banyak organisasi yang mengupayakan lingkungan hidup. Sebut saja Walhi dan Greenpeace. Hanya pertanyaannya, sudahkah kita membuka mata, membuka telinga, dan membuka jalan bagi terselenggaranya upaya pelestarian itu demi kelangsungan keturunan kita kelak?