Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe featured

Ironi di Balik Perayaan Hari Ayah

12 November 2016   08:24 Diperbarui: 12 November 2020   09:08 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
hari ayah di indonesia diperingati setiap tanggal 12 november/www.ciricara.com

Pagi ini iseng-iseng saya mencari indeks lagu yang memuat kata “ayah” di Google, dan saya menemukan sesuatu yang unik. Ternyata lagu-lagu berbahasa indonesia yang punya judul “ayah” hanya sedikit jumlahnya. Cuma ada enam. 

Seperti yang dimuat dalam laman situs wikipedia, keenam lagu itu adalah “Titip Rindu untuk Ayah” (Ebiet G Ade), “Ayah Aku Mohon Maaf” (Ebiet G Ade), “Yang Terbaik Bagimu (Ayah)” (Ada Band), “Ayah” (Seventeen), “Ayah” (Koesplus), dan “Ayah” (Rinto Harahap).

Saya pun mencari daftar lagu lainnya. Kali ini saya tertarik mencari lagu yang memuat kata “ibu” di judulnya, dan ternyata saya menemukan sedikitnya sepuluh lagu yang bertema “ibu”. 

Lagu tersebut di antaranya adalah “Ibu” (Iwan Fals), “Bunda” (Potret), “Doa untuk Ibu” (Ungu), ”Air Mata Ibu” (Siti Nurhaliza), “Cinta untuk Mama”(Kenny), dan “Untukmu Ibu” (Exist). Itu baru lagu berbahasa Indonesia. Barangkali, jumlah lagu demikian bisa bertambah kalau kita mencari lagu-lagu lain yang berasal dari mancanegara.

Sewaktu menyadarinya, saya pun bertanya-tanya: “Mengapa ya lagu tentang ‘ibu’ jumlahnya jauh lebih banyak daripada lagu tentang ‘ayah’? Apakah sosok ibu punya ikatan emosional yang sedemikian besar sehingga banyak musikus yang bikin banyak lagu untuk mengapresiasi ibu?” Jawabannya terletak pada pola asuh anak sewaktu ia masih balita.

Pengaruh Pola Asuh

Ikatan emosi antara anak dan orangtuanya terbentuk berkat interaksi sentuhan yang dilakukan. Semakin sering seorang anak disentuh oleh orangtuanya, semakin kuat pula ikatan emosi yang terjalin. Dalam buku Psikologi Edisi Sembilan, Carole Wade dan Carol Tavris menyebutnya sebagai “kelekatan”.

Di Indonesia sendiri, anak umumnya lebih banyak mendapat sentuhan dari pihak ibu. Sejak masih sangat kecil, anak sudah dipeluk, ditimang, dan digendong oleh ibu. Oleh sebab itu, tidaklah heran kalau ikatan emosional keduanya sangat erat. Keduanya cenderung melekat satu sama lainnya.

Itulah sebabnya kalau keduanya harus terpisah sementara, akan timbul perasaan “kangen” yang luar biasa. Walaupun harus bepergian ke tempat yang jauh untuk menjalani dinas kerja, misalnya, seorang ibu akan terus terpikir anaknya. Ia menjadi mudah gelisah, mudah cemas, mudah khawatir. Makanya ia akan sering menanyakan kondisi anaknya kepada orang rumah.

Si anak pun demikian. Ia bisa terus menangis merindukan ibunya. Semua itu terjadi karena si anak berpikiran akan terpisah selamanya dengan ibunya. Oleh sebab itu, biarpun diberi mainan, atau hiburan lainnya, si anak umumnya akan uring-uringan sepanjang hari.

Lalu, bagaimana dengan ayah? Sesuai kultur masyarakat Indonesia, sosok ayah memang lebih minim bersentuhan dengan bayinya. Sosok ayah dipandang sebagai kepala keluarga yang tugasnya mencari penghidupan. 

Maka, tugas pengasuhan anak biasanya diserahkan sepenuhnya kepada ibu. Oleh sebab itu, hubungan emosi antara ayah dan anak tidak terlalu kuat.

Ayah Juga Harus Belajar Ilmu Parenting

Namun demikian, ayah tak boleh lepas tangan begitu saja kalau tengah berurusan dengan pengasuhan anak. Ayah harus bersedia belajar pola asuh karena itu penting untuk perkembangan fisik dan emosi anaknya.

Seperti dikutip di laman republika.co.id, penelitian yang dilakukan oleh University of Guelph Canada tahun 2007 menunjukkan kuatnya pengaruh keterlibatan ayah dalam pola pengasuhan terhadap perkembangan anak secara sosial, emosi, fisik, dan kognitif.

Penelitian yang berjudul "The Effects of Father Involvement: An Updated Research Summary of the Evidence" tersebut memaparkan lebih lanjut mengenai dampak positif dari keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak.

Penelitian itu juga memaparkan bahwa anak yang turut diasuh oleh ayahnya sejak dini memiliki kemampuan kognitif lebih baik ketika memasuki usia enam bulan hingga satu tahun.

Selain itu, mereka juga memiliki nilai IQ yang lebih tinggi ketika menginjak usia tiga tahun serta berkembang menjadi anak dan individu yang mampu memecahkan permasalahan dengan lebih baik.

Berdasarkan penelitian itu, tentunya kita dapat menyimpulkan bahwa peran ayah dalam pengasuhan anak juga penting supaya anak memperoleh kasih sayang yang berimbang dari orangtuanya.

Nah, untuk itu, sudah seharusnya ayah mulai belajar “menyentuh” anaknya. Bisa lewat timangan. Bisa lewat pelukan. Biasa lewat candaan. Apapun. Karena sentuhan fisik dapat menciptakan suatu kelekatan emosional.

Kalau pola asuh demikian diterapkan, anak-anak akan mendapat cukup asupan secara fisik dan emosi. Dengan begitu, barangkali saja, jumlah lagu berjudul ayah akan bertambah pada masa depan lantaran si anak sangat terinspirasi oleh sosok ayahnya.

Selamat Hari Ayah.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun