Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Melampaui Kilauan Berlian

5 Oktober 2016   17:40 Diperbarui: 19 Oktober 2016   07:53 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesuai anjuran dokter, aku membelikannya sebuah buku sodoku. Permainan itu tak hanya mampu mengalihkan perhatiannya dari Merian, teman imajinernya, tetapi juga menghambat laju penurunan memorinya.

Aku memintanya mengisi kotak sodaku setiap hari. Saat mendapat kesulitan, ia akan bertanya kepadaku, dan kami memecahkan persoalan itu bersama-sama. Lewat “permainan kotak-katik angka” seperti itu, kami menemukan sebuah momen kebersamaan yang kuat.

Suatu pagi, suamiku sedang melihat-lihat album foto yang tersimpan di rak buku. Aku mendekatinya. “Papa ingat hari pernikahan kita?” kataku sambil melihat fotoku bersama suamiku yang diambil puluhan tahun yang lalu.

Ia terdiam sejenak, dan kemudian menggelengkan kepalanya. “Memangnya kapan kita menikah, Ma?”

Aku menyebutkan tanggal pernikahan kami. “Tahun ini tepat lima puluh tahun usia pernikahan kita,” kataku dengan sedikit kecewa lantaran suamiku sudah melupakan semua kenangan manis itu.

Namun, kekecewaan itu sirna setelah ia berbisik: “Aku sudah lupa, tetapi bisakah kita menikah lagi?”

“Mengapa, Pa?” tanyaku penasaran atas keinginannya.

“Papa ingin merasakannya lagi,” katanya, “ingin menyimpan kenangan yang satu ini selamanya.”

Sewaktu aku menceritakan obrolan itu kepada anak-anak, mereka malah mendukung. Dalam waktu sebulan, mereka menyiapkan acara pernikahan kami, dan jadilah kami menikah untuk kedua kalinya.

Betapa terharunya diriku sewaktu berdiri di pelaminan bersama suamiku. Walaupun situasinya jauh berbeda dengan kondisi pernikahan yang kami alami lima puluh tahun yang lalu, atmosfernya tetaplah sama: penuh sukacita.

Dalam acara itu, kami saling bertukar cincin kawin, yang pernah kami pakai dahulu. Bukan terbuat dari emas 24 karat. Bukan pula terbikin dari berlian yang berkilauan. Hanya sebuah cincin perak sederhana, yang dibeli oleh suamiku dari upah kerjanya kala itu. Namun, dengan kemurnian cinta yang kami miliki, cincin itu menjelma perhiasan yang paling berkilauan di antara bongkahan berlian mana pun di dunia!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun