“Opaku,” kata Mike. “Namun, aku gak pergi ziarah ke kuburan, tapi ke sungai.”
“Sungai?”
“Ya,” tukas Mike. “Soalnya abu jenazah opaku disebar di sungai.”
Aku terdiam sejenak. Aku mulai merasa curiga lantaran Mike menyebut bahwa sungai yang akan diziarahi oleh Mike adalah Sungai Tengari! “Jangan-jangan…” aku membatin.
“Say, kalau boleh tahu siapa nama Opamu?”
“Aswan.”
Perjumpaan antara aku dan Mike mungkin dapat disebut sebuah kebetulan pada awalnya. Namun, sesudah mengetahui bahwa leluhur kami “pernah” mempunyai sebuah hubungan pada masa lalu, kami mulai merasa pertemuan kami seolah telah ditakdirkan!
Aku memperlihatkan surat-surat yang disimpan Oma kepada Mike. Uniknya Mike pun menyimpan buku catatan harian yang ditinggalkan Opanya. Maka, sewaktu kami mencocokkan pola tulisan tangan pada surat dan buku catatan tersebut, kami menatap satu sama lain seolah baru tersadar oleh sebuah keajaiban.
“Itu jelas-jelas tulisan Opa,” kata Mike, merujuk pada tulisan tangan di surat. “Bagaimana Omamu bisa memilikinya?”
Aku menceritakan semua yang aku ketahui.
“Sungguh aneh,” Mike menarik napas yang dalam. “Sewaktu masih hidup, seperti Omamu, Opaku pun berpesan supaya abu jenazahnya ditabur di Sungai Tengari!”