Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Membangun Kepercayaan Diri Anak

25 Juli 2016   10:41 Diperbarui: 25 Juli 2016   10:46 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi yang sering merasa minder, kalimat berikut mungkin bisa mendongkrak semangat. Tidak ada seorang pun yang terlahir dengan rasa percaya diri yang kuat. Rasa percaya diri tersebut dapat muncul karena dibentuk oleh sejumlah faktor berikut ini.

Pertama, rasa percaya diri bisa terbentuk dari pengalaman-pengalaman masa lalu. Sebagai contoh, Anda baru saja diberhentikan dari pekerjaan Anda, dan itu membikin Anda sangat stres. Anda mulai memikirkan biaya-biaya yang harus Anda keluarkan, seperti tagihan listrik, makanan sehari, dan biaya kredit motor. Belum lagi komentar-komentar negatif terkait status baru Anda, yang akan Anda terima dari keluarga dan teman. Semua itu terus saja menghantui tidur malam Anda karena Anda belum mempunyai penghasilan setelah keluar dari perusahaan tempat Anda bekerja.


Nah, pada saat seperti itu terdapat dua sikap yang bisa dipilih: menyerah atau terus mencoba. Kedua sikap tersebut akan mencerminkan tingkat kepercayaan diri yang Anda miliki.

Kalau memilih sikap menyerah, kita berpandangan sebagai berikut. Sudahlah, semua ini sia-sia saja. Percuma saja saya melamar ke sana-sini; toh perusahaan hanya akan memilih orang lain. Kalau saya teruskan, semua itu hanya akan membuang waktu dan tenaga saya. Demikianlah pandangan yang dianut oleh orang yang memilih menyerah.

Sebaliknya, orang-orang yang memilih sikap terus mencoba mempunyai pandangan lain sebagai berikut. Berdasarkan pengalaman, saya akan mampu mengatasi persoalan ini. Dulu saya berhasil menyelesaikan masalah yang jauh lebih besar daripada ini; masak saya menyerah sekarang? Saya sudah mengambil hikmah atas peristiwa buruk yang saya alami dulu.

Dari kedua sikap tersebut, kira-kira sikap mana yang mampu menumbuhkan kepercayaan diri seseorang? Jelas sikap yang kedua. Jadi, kalau Anda mendapat masalah yang terasa berat saat ini, coba ingat-ingat pengalaman Anda. Bukankah Anda sudah berhasil mengatasi semua masalah tersebut?

Kedua, kita dapat memompa kepercayaan diri dengan mendapat dukungan dari orang lain. Dukungan tersebut bisa berasal dari orangtua, sahabat, atau pasangan hidup. Dukungan sangat penting terutama kalau kita berada dalam situasi yang sulit. Dalam buku Healing from The Heart, dr. Mehmet Oz menuturkan bahwa pasien yang mendapat dukungan dari keluarga dan kerabatnya cenderung dapat sembuh lebih cepat daripada pasien yang berjuang sendirian selama proses pengobatan.

Dukungan terhadap Anak

Hal yang sama berlaku untuk meningkatkan kadar kepercayaan diri anak dalam menempuh pendidikan. Apalagi, minggu ini adalah minggu pertama masuk sekolah. Anak, terutama TK dan SD, tentunya membutuhkan dukungan dari orangtuanya supaya cepat beradaptasi di lingkungan baru. (Lebih lanjut silakan baca tulisan saya lainnya Supaya Anak Mood ke Sekolah)

Dukungan tersebut tentu tak hanya berupa materi, seperti alat tulis, seragam sekolah, dan sepatu, tetapi juga nonmateri, seperti kehadiran orangtua. Pada hari pertama sekolah misalnya,, kehadiran orangtua sangat penting. Dengan didampingi oleh orangtuanya, anak merasa aman dan nyaman. Anak juga akan merasa bahwa orangtuanya memerhatikan dan menyayanginya. Oleh sebab itu, persoalan yang kerap muncul pada hari pertama sekolah dapat diminimalkan. (Persoalan tersebut selengkapnya saya bahas pada tulisan Fobia Sekolah)

Kehadiran orangtua pada hari pertama sekolah dapat dipandang sebagai wujud cinta orangtua terhadap anak. Dalam buku Five Love Languages, Garry Chapman menjelaskan bahwa waktu yang disisihkan orangtua di tengah kesibukannya bekerja memberi makna lebih banyak terhadap anak. Waktu tersebut jelas berkualitas karena mampu mendekatkan orangtua dan anaknya secara fisik dan emosi. Anak akan mempunyai kepercayaan diri yang kuat karena merasa ada orangtua yang mendukungnya.

Kehadiran Pengasuh Utama

Untuk membantu anak menyesuaikan diri dalam lingkungan barunya, pengasuh utama harus hadir mendampingi anak. Dalam buku Psikologi edisi 9, Carole Wade dan Carol Tavris menjelaskan bahwa pengasuh utama biasanya adalah ibu kandung anak tersebut.

Seorang anak umumnya mempunyai kelekatan emosi yang kuat terhadap ibunya. Sudah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa seorang anak akan merasa jengkel, marah, atau sedih kalau berpisah jauh dari ibunya atau ibunya lebih memerhatikan hal lain selain dirinya. (Informasi tersebut saya uraikan lebih detail dalam tulisan saya yang berjudul Merengek Minta Pulang)

Namun demikian, bukan berarti bahwa harus ibu yang datang menemani anaknya ke sekolah pada hari pertama. Sosok ayah pun harus dipertimbangkan. Ayah boleh (bahkan dianjurkan) mengantar anaknya ke sekolah kalau situasi memungkinkan. Kehadiran sosok ayah akan menjalin ikatan emosi yang berimbang dalam diri anak.

Kerja Sama dengan Pihak Sekolah

Supaya anak merasa betah di lingkungan barunya, orangtua harus menjalin komunikasi dengan pihak sekolah, terutama wali kelas. Orangtua harus menyampaikan sejumlah informasi seperti riwayat kesehatan atau perilaku khusus anaknya. Dengan demikian, wali kelas dapat mengambil tindakan yang tepat kalau terjadi apa-apa dengan anak tersebut.  

Sebagai contoh, pernah saya menjumpai siswa yang mengidap leukimia di kelas. Sudah beberapa tahun, siswa tersebut terkena leukimia. Namun, dengan sejumlah pertimbangan, ia enggan menceritakan soal penyakitnya kepada teman sekelasnya. Hanya keluarga dan sahabat terdekat yang mengetahuinya. Oleh sebab itu, di kelas, tidak satu pun siswa dan guru mengetahui soal penyakit itu.

www.quotesgram.com
www.quotesgram.com
Kabar perihal penyakit itu baru terkuak sampai saya memberi materi pelajaran tentang menceritakan pengalaman. Setelah selesai memaparkan sedikit penjelasan, saya meminta satu persatu siswa maju menceritakan pengalamannya. Satu demi satu siswa mengisahkan peristiwa berkesan yang dialaminya, seperti pergi jalan-jalan, atau kejadian lucu sehari-hari.

Nah, saat tiba gilirannya maju, siswa yang mengidap leukimia itu memilih menceritakan pengalamannya sewaktu menjalani proses penyembuhan. Ia menuturkan betapa orangtuanya tetap tabah dalam menghadapi cobaan tersebut. Ia juga mengisahkan betapa besarnya dukungan yang diberikan papa-mamanya, seperti mengeluarkan banyak uang untuk berobat dan tetap menyayanginya sebagai ia adanya. Saat selesai, tak hanya dirinya, beberapa temannya pun menangis.

Saya bertanya kepadanya apakah wali kelasnya sudah mengetahui penyakitnya. Ia berkata tidak. Bahkan ia meminta saya supaya tidak menceritakan penyakitnya. Namun, saya menolak permintaan itu. Saya berkata bahwa wali kelas harus tahu soal itu sebab itu sudah menjadi tanggung jawab yang diemban sekolah.

Dari pengalaman itu tentunya kita dapat belajar bahwa komunikasi antara orangtua dan wali kelas sangat penting. Jangan sampai orangtua hanya berjumpa dengan wali kelas pada hari pertama sekolah dan pembagian rapot saja. Kalau sampai terjadi demikian, orangtua sulit memantau perkembangan anaknya di kelas. Apalagi kalau anaknya sangat tertutup terhadap orangtunya.

Oleh sebab itu, orangtua harus bersikap proaktif menjalin komunikasi dengan pihak sekolah. Sekarang sudah banyak cara untuk membina komunikasi. Orangtua dapat membentuk grup di media sosial, seperti facebook, twitter, atau whatsapp. Dengan demikian, orangtua dapat memonitor perilaku anaknya di sekolah.      

Semua itu adalah bentuk dukungan supaya anak percaya diri menjalani hari-harinya di sekolah. Dengan mendapat dukungan yang kuat dari orangtua dan pihak sekolah, anak dapat menyesuaikan diri lebih baik di lingkungan barunya.

(Simak juga tulisan lainnya Beginilah Hari Pertama Sekolah di Singapura dan Malaysia)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun