Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Merengek Minta Pulang

22 Juli 2016   08:38 Diperbarui: 12 November 2016   08:24 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perhatikanlah tayangan video berikut ini.

Tayangan video tersebut memperlihatkan sebuah tes, yang mengukur tingkat kelekatan seorang anak. Pada video tersebut terlihat seorang ibu datang bersama anaknya ke sebuah tempat bermain anak. Selagi si anak sibuk mengamati lingkungan sekitarnya, ibu tersebut pergi ke suatu tempat. Tidak lama kemudian, ibu tersebut datang membawa sebuah boneka di pelukannya.

Dengan sengaja ibu tersebut memeluk dan membelai boneka tersebut di depan anaknya. Sewaktu melihat perbuatan tersebut, si anak, yang masih balita, menunjukkan ekspresi tidak senang. Timbul perasaan cemburu dalam dirinya ketika ia melihat ibunya memeluk boneka. Akibatnya anak tersebut kemudian marah dan menangis supaya ibunya memerhatikannya.

Kelekatan Emosional

Perilaku tersebut menunjukkan adanya kelekatan yang kuat dalam diri seorang anak terhadap ibunya. Kelekatan tersebut awalnya muncul dari sentuhan dan pelukan antara anak dan orangtuanya. Kelekatan tersebut kemudian menciptakan ikatan emosional yang kuat dalam diri anak terhadap orangtuanya.

Dalam buku Psikologi edisi 9, Carole Wade dan Carol Tavris menjelaskan bahwa kelekatan tersebut adalah sesuatu yang wajar. Seorang anak membutuhkan rasa aman dari orangtuanya. Namun demikian, kelekatan tersebut bisa menjadi sebuah persoalan kalau terus berlanjut sampai anak tumbuh besar, terutama sewaktu anak harus bersekolah pada usia 5-7 tahun.

Sebagai contoh, anak yang mempunyai kelekatan yang sangat kuat bisa merengek minta pulang pada hari pertama sekolah. Anak tersebut bisa menangis, memperlihatkan rasa frustrasi, atau menunjukkan kejengkelan kepada orangtuanya.

Walaupun orangtuanya duduk menungguinya selama ia belajar di kelas, perasaan cemas dan takut mungkin saja muncul dalam dirinya. Alih-alih terlibat aktif selama belajar, ia mungkin saja malah memikirkan hal lain sehingga fokusnya terganggu. Bisa saja, selagi guru menerangkan, ia sibuk melihat jendela, atau izin ke toilet terlalu sering, hanya untuk memastikan bahwa orangtuanya berada di dekatnya. Kalau terus demikian, pelajaran yang disampaikan tentu tidak diterima dengan baik. (Selengkapnya baca tulisan saya yang berjudul Fobia Sekolah)

Pendekatan Terhadap Anak

Kalau terjadi kasus seperti itu, sebagai orangtua, kita harus menggunakan pendekatan yang tepat. Dalam mendidik seorang anak terdapat dua pendekatan yang umumnya dilakukan oleh orangtua, yaitu pendekatan otoritas dan pendekatan persuasif.

Pendekatan otoritas adalah pendekatan yang penuh dengan ketegasan dan bersifat menekan. Sebagai contoh, orangtua yang terbiasa memakai pendekatan tersebut akan berkata kepada anaknya, ”Jangan bawel! Nanti mama hukum!” Anak biasanya akan menurut karena takut memikirkan konsekuensi yang akan diterimanya. Tidak jarang pula pendekatan tersebut disertai oleh kekerasan fisik, seperti pukulan atau tamparan.

Sementara itu, pendekatan persuasif lebih bersifat fleksibel. Pendekatan tersebut cenderung mengarahkan dan membimbing anak. Orangtua yang memanfaatkan pendekatan tersebut akan mengucapkan kepada anaknya, “Kamu sudah terlalu besar untuk bertingkah bawel seperti itu,” atau “Kalau kamu terus rewel, kamu tidak akan mendapat es krim.” Memang orangtua memerlukan kemampuan komunikasi yang baik dan ketelatenan yang tinggi dalam melaksanakannya.

Lantas, pendekatan mana yang terbaik? Carole Wade dan Carol Tavris menyebut bahwa pendekatan persuasif adalah pendekatan yang paling baik. Namun demikian, menurut hemat saya, pendekatan tersebut sama-sama baik berdasarkan situasinya.

Pendekatan otoritas tepat diterapkan pada anak-anak yang memang mempunyai kecenderungan suka melawan orangtua. Hanya saja, saat mempraktikkan pendekatan tersebut, jangan menggunakan kekerasan fisik, seperti memukul, menampar, atau bahkan menendang! Cukup ketegasan yang konsisten yang perlu dilaksanakan. Orangtua, baik ayah maupun ibu, harus tegas menjalankan aturan.

Sementara itu, pendekatan persuasif dilakukan pada anak yang pola pikirnya sudah berkembang. Dengan mengutip hasil observasi Jean Piaget (1896-1980), Carole Wade dan Carol Tavris menjelaskan bahwa pada umur tujuh tahun umumnya anak-anak sudah mampu berpikir logis dan berempati.

Oleh sebab itu, anak sudah dapat memahami situasi yang dialami oleh orangtuanya. Jadi, saat orangtuanya harus meninggalkannya sendiri di sekolah, anak memahami bahwa orangtuanya mesti pergi bekerja, dan bukannya menelantarkannya begitu saja.

Hari pertama sekolah adalah hari yang penting. Orangtua harus mengantar anaknya pada hari tersebut supaya anaknya cepat beradaptasi di lingkungan yang baru. Andaikan anak tetap merengek minta pulang lantaran terlalu lekat dengan sosok orangtuanya, orangtua harus melakukan pendekatan yang tepat, supaya anak dapat belajar mandiri. Semoga hari pertama sekolah menjadi hari yang menyenangkan bagi anak dan orangtua. (Untuk penjelasan seterusnya, silakan baca artikel saya lainnya Supaya Anak Mood ke Sekolah dan Beginilah Hari Pertama Sekolah di Singapura dan Malaysia)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun