Akhirnya, walaupun sudah resmi berpisah, luka batin yang ditimbulkan akibat kemarahan tersebut terus saja membekas di dalam ingatan mereka, dan tentunya emosi tersebut turut menghancurkan kebahagiaan orang tersebut dan orang lain.
Kemudian, pergantian karyawan yang sering terjadi di sebuah perusahaan bisa saja berasal dari ketidakmampuan atasan dalam mengendalikan emosinya.
Siapa yang bisa bekerja lama di bawah atasan yang suka ngomel-ngomel hampir setiap hari?
Siapa juga yang bisa menyelesaikan tugas dengan baik kalau bosnya sering melampiaskan kemarahan dengan cara meledak-ledak?
Siapa pula yang bisa produktif bekerja kalau setiap hari terus ditekan oleh bos yang sok berkuasa?
Yang terjadi justru kontra produktif bagi perusahaan tersebut, dan jelas hal itu akan menimbulkan banyak kerugian bagi perusahaan.
Satu kasus lagi. Demonstrasi yang berakhir anarki pun bisa disebabkan oleh letusan amarah satu atau beberapa orang.
Demontrasi itu mungkin awalnya berlangsung tertib. Dengan mudah, polisi pun mengendalikan jalannya demonstrasi.
Namun, saat satu atau bebarapa orang memprovokasi, orang-orang pun bisa lepas kendali, dan terjadilah anarki yang sering kita jumpai di televisi. Semua itu adalah efek negatif yang ditimbulkan oleh amarah.
Kesalahan dalam Melepaskan Amarah
Dalam banyak kesempatan kita sering diajarkan supaya tidak memendam amarah dalam hati. Kita pun sering diberi tahu bahwa amarah itu tidak baik untuk kesehatan kita.