Masyarakat Tionghoa sudah lama mengenal konsep yin dan yang. Konsep itu sudah dikenal sekitar 2700 tahun silam. Pada mulanya konsep itu terdapat pada kitab Tao Te Ching, yang ditulis oleh Lao Zi. Jadi, dapat dikatakan Lao Zi-lah yang pertama kali memperkenalkan konsep itu. Seiring dengan populernya kitab itu, konsep itu pun turut terkenal. Kini konsep itu telah dipelajari dan diamalkan untuk bidang-bidang tertentu.
Pada hakikatnya konsep yin dan yang menyatakan dua realitas yang saling berhubungan. Dua realitas itu mencakup maskulin dan feminim, siang dan malam, untung dan rugi, positif dan negatif, dan seterusnya. Walaupun terkesan bertentangan, kedua realitas itu sebetulnya saling mengisi. Sebagai contoh, pria dan wanita saling melengkapi. Tidak ada pria kalau tidak ada wanita, dan demikian pula sebaliknya. Jadi, konsep itu menekankan keseimbangan.
Konsep yin dan yang kini tak hanya digunakan sebagai landasan pemikiran para penganut Tao, tetapi juga diterapkan untuk fengshui. Pada fengshui, konsep itu menjadi salah satu syarat untuk menentukan letak dan bentuk suatu bangunan. Praktisi fengshui meyakini suatu tempat yang baik harus seimbang. Keseimbangan itu meliputi kontur tanah, posisi ruangan dalam rumah, dan perabotan-perabotan yang mengisi rumah itu. Kalau semua itu sudah seimbang, penghuni tempat itu akan hidup harmonis.
Pengobatan tradisional Cina juga menerapkan konsep yang sama. Para sinse memercayai suatu penyakit muncul karena adanya ketimpangan unsur-unsur dalam tubuh. Kalau Anda sering menderita sakit kepala, berarti ada titik-titik tertentu pada punggung atau leher Anda yang tidak seimbang, Untuk mengatasinya sinse meminjat atau menusukkan beberapa jarum akupuntur pada titik-titik itu. Dengan demikian, aliran energi yang sebelumnya terhambat akan lancar jalannya dan keseimbangan tubuh akan kembali terbentuk.
Konsep ini juga diterapkan dalam psikologi. Konsep itu digunakan untuk menjelaskan kepribadian manusia. Carl Jung, misalnya, memanfaatkan konsep itu untuk menciptakan tipe kepribadian introvert dan ekstrovert. Berkat konsep itu, pemahaman tentang sifat manusia menjadi lebih jelas.
Lalu, dapatkah konsep itu diterapkan untuk mengelola energi? Tentu saja. Namun, sebelum membahasnya, ada baiknya kita mengetahui persoalan krisis energi yang terjadi saat ini.
Sumber Krisis Energi
Krisis energi sudah menjadi wacana yang sering dibicarakan. Krisis itu bersumber dari semakin sedikitnya cadangan bahan bakar minyak (BBM). Sebagaimana diketahui, Indonesia kini hanya memiliki 9 miliar barel BBM. Jumlah itu diprediksi akan habis hanya dalam 18 tahun karena setiap tahunnya 15 juta ribu barel digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat.
Sehubungan dengan konsep yin dan yang, persoalan itu muncul lantaran adanya ketimpangan dalam memanfaatkan energi. Ketimpangan itu tampak pada penggunaan bahan bakar minyak yang terlalu boros sehingga cadangan BBM itu lebih cepat berkurang.
Pemerintah sudah mencoba mengatasi masalah itu. Pemerintah mulai memanfaatkan sumber energi alternatif, seperti energi surya dan energi panas bumi, untuk mengurangi ketergantungan atas BBM itu. Namun, tanpa dukungan dari masyarakat, upaya itu hanya akan memberi sedikit perubahan.
Menghayati Konsep Yin dan Yang
Kita tak mungkin berhenti menggunakan energi, tetapi bisa mengelolanya dengan bijak. Kita dapat mencontoh sikap hidup manusia rimba. Walaupun terkesan primitif, sebetulnya sikap hidup mereka sangat seimbang. Mereka hidup dengan mengambil kekayaan alam, tetapi mereka juga turut melestarikan alam. Walaupun alam menyediakan sumber makanan yang berlimpah, mereka tetap hidup sederhana dan bijak memanfaatkan hasil alam. Akibatnya, ada keharmonisan antara manusia dan alam, sebagaimana yang ditekankan pada konsep yin dan yang.
Konsep yin dan yang sebetulnya sangat sederhana, tetapi sulit diterapkan. Dibutuhkan kesadaran untuk mengaplikasikannya. Kita harus menyadari pentingnya keseimbangan dalam menggunakan energi terlebih sebelum mulai menerapkannya. Namun, untuk menumbuhkan kesadaran itu, tentunya diperlukan suatu edukasi. Edukasi itu dapat dilakukan oleh pemerintah atau swasta. Tentu saja sasarannya tak hanya anak-anak sekolah, tetapi saja masyarakat secara umum.
Ada beragam cara untuk mengedukasi masyarakat. Pada artikel "Menggunakan Poster Hemat Energi di Sekolah", saya menjelaskan cara-cara hemat energi dengan menggunakan media poster. Silakan Anda membaca artikel itu untuk mendapat informasi yang lebih rinci.
Walaupun sudah lama diketahui, konsep yin dan yang tetap relevan dengan kondisi saat ini. Tak hanya dijadikan landasan filosofi ajaran Tao, konsep itu juga diterapkan untuk fengshui dan pengobatan. Bahkan, kita juga dapat mengamalkannya untuk menangani krisis energi. Dengan menghayatinya dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat membangun keseimbangan antara manusia dan alam. Jadi, tak akan timbul persoalan, yang disebabkan oleh ketimpangan dalam mengelola energi.
19 Oktober 2013
Sumber Pustaka
Lao Zi. 2005. Dao De Jing: Kitab Kebenaran dan Kebajikan. terj. Tjan K.. Magelang: Indonesiatera
Artikel
Advetorial, "Pilihan Terbaik, Nuklir Atasi Krisis Energi", dalam www.kompas.com pada 10 Agustus 2013.
Djati Surendro, "Feng Shui Taman: Manfaatkan Energi Warna Bunga", dalam www.kompas.com pada 29 April 2012.
Iwan Santosa, "Asal Usul Pengobatan Tradisional Tionghoa", dalam www.kompas.com pada 4 November 2008.
Lao Zi, Dao De Jing: Kitab Kebenaran dan Kebajikan, terj. Tjan K., (Magelang: Indonesiatera, 2005), hlm. 42.
Djati Surendro, "Feng Shui Taman: Manfaatkan Energi Warna Bunga", dalam www.kompas.com pada 29 April 2012.
Iwan Santosa, "Asal Usul Pengobatan Tradisional Tionghoa", dalam www.kompas.com pada 4 November 2008.
Advetorial, "Pilihan Terbaik, Nuklir Atasi Krisis Energi", dalam www.kompas.com pada 10 Agustus 2013.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H