Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Idiolek

27 Desember 2012   02:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:58 3301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin Anda tidak menyukai suara Anda; mungkin orang mengejeknya, tetapi itulah satu-satunya suara, satu-satunya sumber kekuatan Anda.

Peter Elbow

Setiap orang mempunyai idiolek tersendiri. Menurut Kridalaksana, idiolek adalah keseluruhan ciri kebahasaan pada diri seseorang. Ciri kebahasaan tersebut mencakup aspek linguistik dan paralinguistik. Ciri tersebut membentuk suatu identitas yang melekat pada diri penuturnya. Dalam dunia selebriti Indonesia, misalnya, kita mengenal sosok Syahrini, yang populer dengan kata-kata, seperti 'sesuatu' dan 'alhamdulilah ya'. Kata-kata tersebut terus diulang sehingga kalau kita mendengarnya, kita akan teringat oleh sosok Syahrini.

Karena kita mempunyai ciri kebahasaan tersendiri, tercipta suatu perbedaan idiolek. Perbedaan tersebut tampak jelas pada ragam lisan. Karena perbedaan tersebut, kita dapat mengenali seseorang dengan hanya mendengar suaranya.

Perbedaan idiolek juga dapat kita jumpai pada ragam tulis. Setiap penulis terkenal memiliki gaya tutur yang unik. Bacalah pola bahasa pada cerpen karya Agus Noor dan Joni Ariadinata. Anda akan menemukan perbedaan corak gaya tutur walaupun keduanya bergelut pada bidang penulisan yang sama.

Kalau setiap orang memiliki idiolek yang berbeda-beda, bagaimana dengan kasus anak kembar? Bukankah anak kembar tidak hanya mempunyai kemiripan fisik, tetapi juga suara?

Kita kadang sulit membedakan karakter fisik dan suara anak kembar. Dalam jenjang pendidikan saya, saya beruntung selalu berada satu kelas dengan anak kembar. Jadi, saya memiliki kesempatan mengamati mereka. Dalam pengamatan saya, saya menemukan bahwa dalam hubungan anak kembar, si kakak cenderung lebih aktif berbicara daripada si adik. Oleh karena itu, terdapat kemungkinan bahwa pola bahasa keduanya cenderung berbeda. Perbedaan tersebut tampak pada pemilihan diksi, kecepatan bicara, kenyaringan suara, dan senyapan. Jadi, walaupun kita bingung membedakan mereka secara fisik, kita masih dapat membedakan mereka dari pola bahasa yang digunakan.

Perbedaan idiolek juga tampak pada gender: pria dan wanita. Perhatikanlah cara para pria dan wanita berbicara dan Anda akan menemukan suatu perbedaan yang kontras. Allan dan Barbara Pease, pakar hubungan antargender, telah mengamati fenomena itu. Mereka menjelaskan bahwa pria pada dasarnya bukanlah komunikator yang andal. Bagi pria, berbicara itu hanya untuk menyampaikan suatu informasi. Oleh karena itu, pria berbicara dengan kalimat yang pendek, kata-kata yang jelas, dan apa adanya.

Bagi pria, berbicara dan bahasa merupakan keterampilan otak yang sangat penting. Keterampilan itu bekerja terutama pada otak sebelah kiri dan tidak mempunyai tempat yang pasti. Penelitian pada orang-orang dengan kerusakan otak kiri memperlihatkan bahwa kerusakan keterampilan berbicara yang dialami ole pria pada umumnya terjadi karena kerusakan di sebelah otak kiri/belakangnya, sedangkan pada wanita di sebelah otak kiri/depan. Ketika seorang pria berbicara, mesin scan mri yang dapat mencari serta menunjukkan pusat bicara itu, memperlihatkan bahwa seluruh belahan otak kiri pria tersebut menjadi aktif. Namun, mri tidak dapat menemukan banyak pusat bicara pria itu dalam otaknya. Sebagai akibatnya, pria tidak terlalu pandai berbicara.

Berbeda dengan pria, wanita menganggap berbicara sebagai jembatan untuk menjalin suatu pertemanan. Perhatikanlah para wanita berbicara. Mereka berbicara panjang lebar tanpa arah tujuan. Mereka juga dapat memberikan perasaan empati pada lawan bicaranya lebih baik daripada pria.

Dalam dunia bisnis, hiburan, dan seni, perbedaan idiolek merupakan suatu berkah. Perbedaan idiolek menjadi suatu aset yang sangat berharga. Perbedaan idiolek menciptakan nuansa dan warna pada suatu bidang. Perhatikanlah para pembicara profesional. Ketika berbicara, mereka mungkin menggunakan bahasa yang sama. Namun, gaya berbicara mereka jelas berbeda.

Perbedaan idiolek dapat menjadi jurang dalam menjalin suatu hubungan. Sebagaimana diketahui, kita menyukai orang yang memiliki kesamaan dengan diri kita. Kesamaan tersebut dapat mencakup pemikiran, hobi, sikap, kebiasaan, dan idiolek. Jadi, untuk menciptakan suatu hubungan yang harmonis, kita harus menemukan teman yang mirip sikapnya dengan kita.

Namun, bagaimana kalau idiolek yang kita miliki sangat berbeda dengan seseorang yang ingin kita dekati? Kita dapat menggunakan suatu teknik yang terkenal pada Neuro-Linguistic Programing (NLP), yaitu mirroring. Mirroring adalah suatu teknik yang mana kita meniru bahasa tubuh dan idiolek seseorang secara tersirat. Coba amati gerak tubuhnya, seperti gerakan tangan, tatapan, mimik pada wajah, dan pola bahasa, lalu dengan tulus tirulah. Perlahan Anda membangun suatu kedekatan dengan orang tersebut.

Kita harus menghargai idiolek yang kita miliki. Idiolek tersebut merupakan suara kita yang paling alami. Tidak ada seorang pun yang memiliki idiolek yang identik. Kalau kita menerima idiolek kita sebagaimana adanya, kita akan menemukan bahwa idiolek tersebut adalah suatu cerminan diri kita yang sejati.

27 Desember 2012

Daftar Pustaka

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik (Edisi Keempat). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Pease, Allan dan Barbara. 2006. Why Men Don't Listen and Women Can't Read Maps. Terj. Isma B. Koesalamwardi. Cetakan II. Jakarta: Ufuk Press

Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik (Edisi Keempat), (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), 90.

Allan dan Barbara Pease, Why Men Don't Listen and Women Can't Read Maps, Terj. Isma B. Koesalamwardi, Cetakan II, (Jakarta: Ufuk Press, 2006), 104-107.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun