Sasando itu merupakan alat musik milik tanah leluhur kami, dahulu ketika itu nenek moyang kami bernama Lunggi Lain dan Balok Ama Sina menggembalakan hewan di padang dan menyadap tuak, saat itu mereka sedang mengambil daun-duan lontar muda untuk membuat Haik/tempat/wadah penampung tuak.Â
Ketika Haik  itu dibentuk setengah bola di antara ruas-ruas jari daun lontar itu terdapat benang/serat yang dalam penyebutan masyaratakat disebut fafik.
Fafik  inilah yang kemudian ditarik kencang menyerupai senar dan kemudain dipetik dan ternyata menghasilkan bunyi-bunyian.Â
Dari sinilah kemudian menjadi titik awal yang membuat Lunggi Lain dan Balok Ama Sina mengembangkannya menjadi alat musik sasando. Mereka membuat sasando dengan menirukan bunyi nada pada Gong. Ide ini kemudian berlanjut hingga saat ini sasando sudah banyak mengalami perubahan dan sudah menjadi cirikhas dari masyarakat di Rote Ndao.
Awal mulanya Sasando dipakai sebagai alat musik untuk mengiring mereka untuk bergembela ataupun menyadap tuak atauoun sebagai upacara adat di kematian, pernikahan dan penyambutan tamu, lagu-lagu yang dinyanyikanpun dan diiringi biasanya menggambarkan kehidupan sosial sehari-hari masyarakat di sana. Kemudian setelah mengalami perkembangan hingga saat ini sansando dipakai sebagai hiburan dalam acara-acara perayaan dan lagu yang dimaikanpun sudah berupa lagu-lagu pop dan lain sebagainya.
Sekian.Â
Nb: ada beberapa versi cerita rakyat mengenai sasando. Â Penulis hanya me memakai salah satunya saja karena di rasa lebih punya nilai historis dan masul akal.Â
Terima Kasih dan Sodamolek.Â
AMCS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H