KITA maklum, luka 'kekalahan' itu masih menganga. Belum sembuh benar. Terutama di tingkat akar rumput. Namun kita pun pantas maklum, kalau dua tokoh yang berseteru dalam pilpres, Jokowi dan Prabowo sudah menyatu kembali, Insyaallah, mereka yang masih 'terluka' cepat sembuhnya. Tak mungkin luka itu larut berkepanjangan sakit.
Dalam perjuangan, kemenangan adalah cita-cita yang ingin dicapai. Namun, tak mungkin dalam pertarungan dua kubu, muncul juara kembar. Mustahil terjadi. Dalam pilpres yang baru saja berlalu, Jokowi menang dan prabowo nomor dua.
Sudahlah. Mari kita hidup dalam era baru. Tinggalkan suka atau duka masa lalu. Kita bangun negeri ini maksimal. Jangan ada yang menggunting dalam lipatan. Rakyat negeri ini tak butuh pahlawan kesiangan. Hilangkanlah menepuk dada, saya pencinta Jokowi. Saya orang Prabowo. Tak perlu diperpanjang kubu-kubuan itu.
Mari kita perlihatkan bahwa kita semua anak bangsa. Indonesia tercinta. Negeri yang rakyatnya belum sejahtera dalam arti sebenarnya. Kita masih bergulat mengatasi kemiskinan, keterbelakangan, ketidakjujuran, dan beragam problema lainnya yang memprihatinkan. Ketaatan pada hukum dan aturan masih dirasakan labil. Buktinya, aparat penegak hukum begitu berat tugasnya.Â
Begitu banyaknya para pencoleng, maling, dan begajul memenuhi seluruh penjara di negeri ini. Namun bekerja jujur dan patuh aturan, tampaknya masih cukup panjang jalan yang akan ditempuh.
Kita butuh pemimpin tak berminyak air, menelikung saat yang lain terlengah. Untuk itu, menyongsong era baru sekarang yang tengah kita masuki, pantas ditinggalkan beragam ketercelaan. Jangan korupsi juga. Selalulah taat aturan. Maksimal bangun negeri ini dalam arti sebenarnya.Â
Bahkan di Sumbar masih ada warga yang menjerit terisolir di pedalaman. Masih ada transportasi tak teratur. Jalan desa bak kubangan kerbau musim penghujan. Bukan di Garabak Data, Kabupaten Solok saja rakyat menjerit. Di pedalaman lainnya masih banyak memprihatinkan.
Menjadi pengangguran sungguh ujian berat. Mereka sarjana tapi belum bekerja. Celakanya, masih ada yang enak tidurnya. Bangun sudah siang. Orangtuanya sudah bermandi peluh, si anak asyik memainkan gadget di tangan.
Entah kapan negeri ini akan tenang. Tenang dalam arti sebenarnya. Yang penting, penegakan hukum harus maksimal. Jangan tiba di mata dipicingkan, di perut dikempiskan.
Sewaktu-waktu terbersit pula rasa bangga melihat banyak mobil baru mengkilap yang lalu-lalang menghiasi jalan mulus, kota sampai ke pedesaan. Tapi, kemacetan muncul di mana-mana.Â
Jalan di negeri ini terasa tak mampu lagi menahan bebannya. Tak pilih libur atau hari besar, sama saja. Kemacetan dimana-mana. Boleh jadi ini salah satu keberhasilan pembangunan. Benar.Â