KABUPATEN Dharmasraya, Sumatera Barat, boleh bangga dengan kesejahteraan warganya. Daerah itu tidak lagi masuk kabupaten tertinggal, seperti Mentawai, Solok Selatan, dan Pasaman Barat .
Pesatnya peningkatan kesejahteraan warga Dharmasraya bisa jadi lantaran warganya termasuk pekerja keras yang dimotori ribuan warga trans dari Wonogiri di era Pak Harto semasa Gubernur Sumbar Harun Zain pada periode 1970-an.
Penopang lain cepatnya program kesejahteraan warga Dharmasraya juga tak terlepas dari membelintangnya jalan Trans Sumatra yang membelah kabupaten itu. Gerak perekonomian warganya yang bermukim di kiri -kanan jalan lintas itu berlangsung 24 jam. Luar biasa.
Ada lagi irigasi Batanghari yang menjadi sumber pengairan ribuan hektar sawah penduduk. Bahkan, nikmat air yang terus menerus itu juga dirasakan sebagian warga Provinsi Jambi.
Dharmasraya memang luar biasa. Ibarat gula terserak, sangat banyak semut menikmatinya. Rezeki Dharmasraya boleh dikatakan berlimpah. Ada ribuan hektare sawit, karet, batubara, hingga emas berlian yang belum dimaksimalkan pengolahannya.
Kalau diteliti dengan cermat, setiap hari penduduk kabupaten itu terus bertambah. Sebab, sebagai 'daerah gula terserak', otomatis semut terus berdatangan. Beragam suku di negeri ini yang juga berbeda agamanya terus berhijrah ke daerah sejahtera ini. Beragam bisnis mereka lakukan.
Di samping gerak dinamis warga Dharmasraya dalam memenuhi kehidupannya, sebagai daerah majemuk sewaktu-waktu bukan tidak ada gesekan yang sangat diharapkan aparat keamanan jangan sampai kecolongan.
Berbicara tentang kerukunan, sepintas memang tak ada apa-apanya. Namun setelah didalami, ternyata mulai muncul beda pendapat berkaitan dengan soal peribadatan khusus bagi 'dunsanak' yang tidak seagama dengan mayoritas warga Dharmasraya.
Dalam kegiatan Temu Kerukunan Forum Umat Beragama, Kamis (20/9/2018), sejumlah warga yang bermukim di Nagari Sikabau mengungkapkan unek-uneknya berkaitan dengan ibadah mingguannya. Begitu juga dari kalangan ninik mamak, di antaranya Harmaini Dt. Rajo Penghulu dengan kalimat yang arif dan bijaksana menyampaikan pemikirannya panjang lebar bahwa sangat diharapkan pendatang memaknai peribahasa 'di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung'.
Romo Sudarma dari FKUB Sumbar dalam pertemuan itu menyebutkan bahwa semua pemeluk agama butuh beribadah secara berjemaah. Tentu juga demikian halnya di Sikabau.