TERNYATA sapi 'betina subur' masih saja dijadikan hewan kurban saat Idul Adha. Bahkan di berbagai pusat penyembelihan hewan kurban di Sumatra Barat dari tahun ke tahun, sapi betina yang dikurbankan tidak kunjung turun jumlahnya. Misalnya di kawasan Payakumbuh dan Limapuluh Kota, pada Idul Adha tahun lalu hampir 4 ribu sapi betina subur dikurbankan. Begitu juga di Pesisir Selatan dan daerah lainnya.
Persoalan ini jelas tidak dikehendaki. Sebab, larangan menyembelih sapi betina subur itu resmi dari pemerintah. Hal itu terungkap dalam acara Muzakarah Variasi Pelaksanaan Ibadah Kurban ditinjau dari Dimensi Syariah dan Kesehatan Hewan yang dilaksanakan Pengurus Masjid Raya Sumbar bekerjasama dengan Dewan Masjid Indonesia (DMI), di aula Masjid Raya, Jalan Khatib Sulaiman, Padang, Sumatra Barat, Rabu lalu (1/8/2018).
Kegiatan muzakarah tersebut diikuti sekitar 200 peserta utusan organisasi ke-Islaman se-Sumatra Barat dengan narasumber DR. H. Zulkarnaini, M.Ag serta dokter hewan Rudi Dasril, Ketua Bidang Fatwa MUI Sumbar, dan dari Dinas Peternakan Sumatra Barat.
"Supaya sapi betina subur tidak dikurbankan, maka pengawasannya perlu ditingkatkan. Bahkan melibatkan kepolisian,"Â kata Rudi Dasril.
Kalau ada juga sapi betina yang dikurbankan, maka perlu disertai dengan 'surat kemandulan' dari lembaga Kesehatan Hewan. Sementara, sapi yang dikurbankan tersebut harus sehat dengan ciri-ciri aktif bergerak, normal, nafsu makan baik, mata bersinar, serta oenjualnya memiliki surat keterangan sehat. Bisa juga sapi yang akan dikurbankan tersebut giginya sudah ada yang copot atau tanduknya sudah agak panjang. Khusus Sapi Bali, tanduknya cepat panjang. Masih kecil saja tanduknya sudah panjang.
Pada kesempatan tersebut juga diharapkan petugas kurban tidak menjadikan plastik hitam sebagai pembungkus atau tempat pengolahan daging. Sebab, plastik hitam itu berbahaya bagi kesehatan.
Di sisi lain, pelayanan pada peserta atau penerima daging kurban perlu terus disempurnakan. Jangan sampai warga miskin tidak dapat bagian. Begitu juga kalangan pekerja banyak berpenampilan kekar tapi keilmuannya masih kurang. Misalnya, sapi yang belum benar-benar mati tapi sudah dikuliti. Perlu diketahui, ciri-ciri sapi mati setelah disembelih adalah sudut matanya tak ada lagi reaksi.Â
Diharapkan pada seluruh peserta muzakarah mempedomani seluruh petunjuk yang sudah dibagikan berkaitan dengan beberapa masalah seputar ibadah kurban. Panitia juga diharapkan menerbitkan buku pedoman berkaitan dengan ibadah kurban.
Pada kesempatan itu juga mengemuka beragam problema berkaitan dengan 'perdagingan' yang meragukan konsumen beragama Islam. Di antaranya munculnya pasar daging di Indonesia tanpa informasi yang jelas dengan daging yang dijual. Seperti Pasar Agung di Depok, Jabar. Di sana tak ada informasi daging sapi, kerbau, dan babi. Menurut DR. Zulkarnain, hal demikian tidak pantas.
Begitu juga daging kerbau beku impor dari India yang juga dikhawatirkan kehalalannya. Namun, menurut dokter hewan Rudi Dasril, daging kerbau India itu sudah disertifikasi halal oleh tim MUI Pusat langsung di India dan auditnya berlangsung sekali sebulan.
"Akan tetapi, kulit daging dari Thailand yang masuk ke Indonesia memang belum berstatus halal karena belum ada sertifikat halal dari MUI," kata Rudi Dasril.
Juga disampaikan bahwa sertifikat juru potong halal (jureha) di beberapa rumah potong hewan di Sumbar sudah ada yang habis sertifikasi MUI-nya dan belum diperpanjang.Â
Muzakarah itu dibuka Gubernur Sumbar diwakili Kepala Biro Bina Mental dan Kesra, Irfah, dan turut memberi sambutan Ketua DMI Sumbar, H. Yulius Said. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H