Ustaz dengan jemaahnya umat Islam, termasuk semua umat beragama di negeri ini, pasti membenci semua beragam bentuk penyelewengan di negeri yang kita cintai ini. Namun demikian, mungkin saja ada ucapan ustaz di hadapan jemaahnya yang bernada fitnah, salah ucap, menjurus penghinaan, yang kurang berkenan diterima kalangan tertentu. Di sinilah timbuilnya problema itu. Ucapan ustaz menjurus pada pribadi seseorang, bahkan sampai menyebut nama bersangkutan.
Bagaimanapun, ustaz dan juga kita semua punya kewajiban moral memperelok negeri ini terus menerus. Untuk itu, marilah kita bina saling pengertian 'antar semua pihak' di negeri yang kita cintai ini. Mari semangat gotongroyong kita amalkan maksimal membangun negeri ini.
Kita tidak ingin ustaz, ulama, muballigh merasa was-was dalam melaksanakan amar makruf, nahi munkar .
Khusus di lingkungan ke wartawanan, ada kode etik dalam melaksanakan tugas utamanya berkaitan dengan kaidah kerja tentang sosial kontrol dan kerja jurnalistik lainnya berupa penerangan, pendidikan, dan hiburan. Maka keitka ada wartawan 'keseleo' pemberitaannya, diperbaiki langsung dengan 'hak jawab'. Begitulah. Ada aturan baku yang sudah ada sejak dulunya dipedomani oleh wartawan bernaung di bawah organisasi ke-PWI-an.
Khusus di lingkungan muballgh dan ulama, sudah sepantasnya ditingkatkan 'slaturrahmi' dengan banyak lembaga pemerintahan demi terjalinnya saling pengertian bersama untuk menghindari munculnya provokator yang bermain di air keruh dan memancing beragam hal negatif, seperti fitnah dan adu domba untuk memecah-belah negeri ini.
Mari semua kalangan meningkatkan kesantunan dalam beramar makruf, bernahi munkar dalam membangun negeri ini. Jangan ada lagi ustaz yang 'dipanggil'. Wassalam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H