Penggunaan dana desa di Sumatera Barat jadi perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena dana tersebut rentan diselewengkan. Seluruh walinagari di daerah ini fokus jadi perhatian KPK. Hal itu dikemukakan Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, dalam satu acara di Universitas Negeri Padang, Sumatera Barat, Jumat lalu (22/12/2017). Hal itu diberitakan KORAN PADANG edisi Sabtu 23 Desember 2017.
Dikatakannya, KPK sudah pernah menjerat kepala desa yang menyelewengkan dana pembangunan di Pamekasan, Madura. Bisa saja nanti KPK mempidanakan kepala desa atau walinagari yang mempermainkan dana desa untuk kepentingan pribadi. Yang penting, bukti yang sampai ke KPK atau aparat berwenang benar adanya.
Pemerintah Indonesia sekarang punya perhatian besar membangun pedesaan. Ini tentu membanggakan. Sangat banyak dana dikucurkan untuk membangun pedesaan. Sebelum pemerintahan Pesiden Joko Widodo, dana untuk desa sangat minim sekali.
Khusus Sumatera Barat, tahun 2017 ini dapat dana desa Rp765 miliar. Sedangkan untuk desa di seluruh Indonesia dana yang dikucurkan sekitar Rp60 triliun.
Banyaknya dana yang dikucurkan membangun desa membuat perhatian banyak pihak ke pedesaan juga jadi luar biasa. Terutama dalam memonitor dana yang dikucurkan tersebut. Ini jelas sangat baik. Jangan sampai ada dana desa tersebut diselewengkan.
Sebenarnya, masyarakat desa pasti bersyukur dengan munculnya beragam program baru yang berkaitan dengan pemanfataan dana desa secara maksimal untuk kesejahteraan rakyat. Misalnya, jalan desa selama ini becek dan berlumpur. Jalan itu kemudian direhab memanfaatkan dana desa. Sehingga, kendaraan roda empat pun mudah hilir-mudik membawa beragam produksi pertanian.
Banyak lagi yang lain. Dana desa memang luar biasa manfaatnya dalam mempercepat kesejahteraan rakyat yang mayoritas bekerja di pedesaan dengan beragam jenis usaha.
Di balik rasa syukur menggeliatnya rata-rata pedesaaan di republik ini karena kucuran dana yang terbilang membanggakan jumlahnya, muncul beragam kekhawatiran berkaitan dengan dugaan penyelewengan dana desa oleh kalangan 'koruptor' yang mungkin saja beraksi kalau pengawasan lemah.
Sebenarnya, masyarakat di nagari ini sejak doeloe sudah terkenal terbuka. Semakin ke bawah tingkat pemerintahan di negeri ini, rakyat semakin terbuka. Demokrasi sangat membanggakan di tingkat desa ataupun nagari.
Tidak terbantahkan, "demokrasi warung kopi" di pedesaaan Sumatra Barat atau Minangkabau tidak pernah lapuk oleh hujan dan tidak pernah lekang oleh panas.
Sedikit saja muncul keganjilan di negeri ini, apakah di tingkat atas, apalagi di bawah, tidak pernah lewat dari 'ciloteh lapau'. Sungguh hebat. Inilah ciri khas keterbukaan negeri ini sejak zaman "antah-barantah".
Bisa saja diteliti, kalau masyarakat suatu nagari tetap memelihara tradisi keterbukaaan dengan demokrasi warung kopinya, percayalah, nagari tersebut pasti maju. Rakyatnya cerdas. Fasilitas kampungnya membanggakan. Masjidnya bagus, TPA-nya hidup, jalan desa bersih, padinya menjadi, jagungnya maupieh. Pokoknya, beragam fasilitas yang ada di desa atau nagari tersebut terbilang membanggakan.
Apalagi, walinagarinya dipilih langsung oleh rakyat. Pasti rakyat memilih tokoh terbaik. Begitu juga, badan musyawarah (bamus) juga merupakan tokoh pilihan. Jika Bamus melaksanakan fungsinya secara maksimal, akrab, dan mampu saling membina pengertian sesama semua aparat nagari niscaya pembangunan di nagari tersebut akan lancar-lancar saja.
Hanya saja, jika sudah berkaitan dengan uang, ada di antara kita yang "terbelalak" matanya melihat tumpukannya yang menggiurkan. Di sinilah celaka itu tibanya. Khusus dana desa atau nagari, yang aparatnya tergiur, boleh jadi namun bisa saja diduga, muncul pada nagari yang masih terbelakang. Warganya yang "cerdik" belum seberapa. Dan walinagari tampil sebagai pemimpin tunggal tanpa ada yang mengontrol. Bamus pun antara ada dengan tiada.
Walinagari yang tidak begitu dihiraukan kerjanya oleh cerdik pandai dalam nagari, termasuk ninik mamak, alim ulama, pemuda, bundo kanduang, maka pasti jabatannya tidak bertahan lama. Bisa jadi cepat berurusan dengan pihak berwajib.
Di balik banyaknya dana desa sekarang, baiknya kontrol dan evaluasi dari Bamus jelas sangat diharapkan. Kalau Bamun bersama tokoh masyarakat sudah maksimal mendampingi walinagari dan perangkatnya, tentu semuanya akan berjalan lancar-lancar saja. Begitu juga peran camat, jelas sangat menentukan dalam memberikan pengarahan berkaitan dengan suksesnya pembangunan di tingkat nagari atau pedesaan.
Jika aparat provinsi atau kabupaten sampai pusing pula memikirkan beragam kasus di desa atau nagari menandakan bahwa mekanisme berpemerintahan yang baik gagal terwujud di daerah ini.
Oleh karena itu, sangat diharapkan siapapun aparatnya yang melakukan penyelewengan keuangan jangan diberi ampun. Mulai dari aparat teratas sampai terbawah, walinagari dan kepala desa, sikat dan benamkan masuk bui. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H