Mohon tunggu...
Adi Bermasa
Adi Bermasa Mohon Tunggu... Jurnalis - mengamati dan mencermati

Aktif menulis, pernah menjadi Pemimpin Redaksi di Harian Umum Koran Padang, Redpel & Litbang di Harian Umum Singgalang, sekarang mengabdi di organisasi sosial kemasyarakatan LKKS Sumbar, Gerakan Bela Negara (GBN) Sumbar, dll.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bersama Mengatasi Problema Sosial di Bukittinggi

26 Oktober 2017   22:08 Diperbarui: 26 Oktober 2017   22:22 1377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Denyut bisnis yang bergerak di Bukittinggi dengan unggulannya sebagai 'kota wisata' gemanya sejak lama sudah membahana ke seantero dunia, terutama di kawasan Asia Tenggara. Hal itu jelas suatu yang membanggakan. Merupakan kewajiban bersama untuk memelihara kebanggaan itu.

Yang sudah baik di kota wisata ini perlu terus dipelihara. Sementara, problema yang juga melilit kota tercinta ini, juga menjadi kewajiban bersama untuk menekannya. Di antaranya adalah problema sosial yang bisa saja mencemarkan nama baik kota ini jika tidak serius menghadapinya.

Bukittinggi harus dan wajib ditekan problema sosialnya serendah mungkin. Bagaimanapun hebat dan gemerlapnya kota di berbagai belahan dunia, namun pasti ada problema sosialnya. Sebab, permasalahan sosial itu 'ada bersama dengan kemajuan zaman'. Hanya saja, cara atau penampilannya yang berbeda.

Khusus di Bukittinggi, problema sosial yang ada antara lain anak putus sekolah, yatim piatu dhuafa, janda miskin, pengusaha kecil minim modal, kenakalan remaja, serta beragam problema lainnya, yang datanya tentu lengkap dimiliki Dinas Sosial, BPS, dan lembaga lainnya.

Semua problema sosial tersebut jelas tidak diharapkan. Apalagi sampai mengganggu stabilitas kota wisata ini. Alangkah malunya jika ada turis berkunjung ke kota wisata ini 'dipalak' oleh preman dengan perangai yang memprihatinkan. Mereka 'menjujai' pendatang agar bersedia memberikan uang pada tangan-tangan yang menada. Sebelum diberi, si peminta itu terus mengiringi 'mangsanya'. Ini jelas perangai memalukan.

Banyak lagi problema lainnya. Misalnya saja di selingkaran kota yang indah ini dipastikan ada keluarga miskin menghuni rumah yang mungkin saja tidak layak huni. Ada janda berusaha ekonomi produktif tapi minim modal. Ada lagi warga miskin banyak anak, tapi enggan ikut program keluarga berencana (KB). Bahkan, mereka yang 'miskin moral' juga disinyalir jumlahnya semakin meningkat. Seperti 'wanita malam', LGBT, dan narkotika, sebagai problema sosial terbaru. Semuanya membutuhkan kepedulian bersama untuk 'memperkecil' ruang geraknya, baik siang ataupun malam.

Pemerintah sebenarnya juga sudah berusaha mengatasi beragam permasalahan tersebut. Namun, kebulatan tekad untuk menciptakan atau menjadikan Bukittinggi sebagai kota yang benar-benar membanggakan dalam arti maksimal, masih sangat membutuhkan 'perhatian lebih' dari semua pihak.

Dalam mengatasi beragam problema yang sudah muncul itu, jangan ada yang tampil apa adanya saja. Selama program itu sasarannya mengatasi kemiskinan, maka lembaga donor wajib berada di garda terdepan. Umpamanya saja perusahaan bonafide, baik milik pemerintah, BUMN, atau swasta yang berusaha di Bukittinggi. Mereka tentu punya dana Corporate Sosial Responsiblity (CSR) berupa laba perusahaan yang diperuntukkan untuk mengatasi problema sosial.

Di Bukittinggi, belum begitu terdengar perusahaan sukses yang menyerahkan sebagian dana CSR-nya untuk mengatasi beragam problema sosial di Bukittinggi. Hal itu juga diakui Ketua Lembaga Koordinasi Kesejahteraan Sosial (LKKS), Yessi Ramlan, dalam perbincangan dengan penulis pada acara Bimbingan Teknis (Bimtek) LKKS, di aula balaikota setempat, Rabu lalu (25/10/2017).

LKKS sebagai lembaga koordinasi dalam mengatasi beragam problema sosial di daerahnya pantas di support secara maksimal oleh lembaga donor menggunakan dana CSR dari perusahaan pemerintah (BUMN, BUMD, dan atau perusda) serta swasta yang sudah berkembang baik di Bukittinggi. Termasuk lembaga perzakatan seperti Baznas, PKPU, Rumah Zakat, dan lainnya mesti seayun selangkah mengatasi beragam problema sosial di kota tercinta ini.

Seluruh problema sosial di Bukittinggi dipastikan datanya sudah dimiliki Dinas Sosial bekerjasama dengan LKKS. Ketua LKKS Bukittinggi, Hj. Yessi Ramlan bisa saja bersama walikota mengadakan 'coffe morning' dengan mitra kerja pemilik CSR, dana zakat (Baznas), dan mitra lainnya untuk meningkatkan kerja menanggulangi beragam problema sosial di Bukittinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun