Mohon tunggu...
Adi Bermasa
Adi Bermasa Mohon Tunggu... Jurnalis - mengamati dan mencermati

Aktif menulis, pernah menjadi Pemimpin Redaksi di Harian Umum Koran Padang, Redpel & Litbang di Harian Umum Singgalang, sekarang mengabdi di organisasi sosial kemasyarakatan LKKS Sumbar, Gerakan Bela Negara (GBN) Sumbar, dll.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jesigo Meluas, Petani Serius, Pemasaran Melemah

11 September 2017   13:57 Diperbarui: 11 September 2017   15:08 1633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

JERUK Siam Gunung Omeh -- disingkat 'Jesigo' -- berkembang pesat di Kecamatan Gunung Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota. Sudah ratusan hektar tanaman jeruk itu diusahakan petani setempat. Sehingga, warga tiga kecamatan di pedalaman utara Kabupaten Limapuluh Kota itu juga mulai memperlihatkan kegesitan berladang jeruk siam. Gunung Omeh sebagai perintis gerakan bertanam jeruk siam itu kini diikuti petani Kecamatan Suliki dan Bukit Barisan. Diperkirakan dalam waktu dekat, minimal 1.000 hektare kebun jeruk siam berhasil diswadayakan petani di tiga kecamatan tersebut.

Jika petani setempat tidak 'patah arang' seperti yang terjadi di Kacang, Singkarak, dengan punahnya seluruh jeruk tanamannya, ada harapan Kabupaten Limapuluh Kota di masa datang akan terkenal sebagai penghasil jeruk yang membanggakan untuk wilayah Indonesia bagian barat bersama Brastagi di Sumatra Utara.

Dulu, jeruk Kacang sangat terkenal di kawasan Sumatra. Namun sejak 20 tahun lalu sampai sekarang, petani setempat tidak bangkit-bangkit lagi menanam Jeruk Kacang. Sungguh memprihatinkan. Begitu juga, jeruk Kamang, Agam, sama nasibnya dengan Jeruk Kacang.

Meski Jeruk Kacang dan Jeruk Kamang tidak bangkit lagi, namun ibarat kata pepatah 'patah tumbuh hilang berganti', kini bangkit petani Limapuluh Kota dengan Jesigo-nya.

Pasar jeruk Limapuluh Kota sudah sampai ke negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura. Di tingkat regional, Jesigo sudah merajai pasar yang terus dipepet jeruk Brastagi serta jeruk Pasaman Barat yang mulai bangkit lagi.

Banyak yang berharap petani di Limapuluh Kota tetap bersemangat mengembangkan jeruk yang rasanya manis itu.  Kalau ada problema, terutama berkaitan dengan hama, cepat tanggulangi bersama dengan ahlinya. Jangan sampai kehilangan akal. Yang pasti, setiap problema yang muncul segera pecahkan bersama.

Petani jeruk jangan sombong dan takabur. Mintalah terus perlindungan pada Allah, minta dimurahkan rezeki, dan sangat penting jangan lupa berzakat. Petani yang menzakatkan sebahagian hasil usahanya insyaallah usaha tersebut terus berkembang di bawah lindungan Allah SWT.

Meski sekarang Jesigo terus berkembang di kawasan utara Kabupaten Limapuluh Kota, namun problema yang melanda petani sudah mulai tampak. Seperti dijelaskan panjang lebar oleh tokoh masyarakat utara Limapuluh Kota, H. Aliunir Dt. Marajo, harga jeruk di tingkat petani sangat rendah, hanya Rp5.000 per kilogram. Sangat memprihatinkan.

"Sementara di Padang yang berjarak tempuh sekitar lima jam perjalanan mobil dari kampung jeruk kami, harga jual jeruk mencapai Rp25 ribu per kilogram. Sungguh kentara bedanya. Petani yang berpeluh, berhujan berpanas, bergelimang tanah dan tahi ternak untuk pupuk jeruk, namun nasib kami di udik perkampungan tidak berubah sejak dulu. Yang beruntung besar tetaplah pedagang," ujarnya.

Bertahun-tahun petani 'bermandi keringat' namun tetap susah. Lenggang tidak lepas dari ketiak. Sedangkan pedagang besar jeruk meraup untung puluhan juta rupiah hanya dalam sehari panen. Masyaallah.

"Kami petani tradisionil jelas tidak mengerti bisnis modern. Kami hanya tahu bertanam sampai memetik hasil. Kami sudah berhasil bertani jeruk, namun kami orang awam. Sudah sepatutnya pemerintah membina kami, tidak lagi dipermainkan soal harga jeruk di tingkat petani yang sangat rendahya," kata Dt. Maradjo beriba-iba.

Begitu mendalamnya pemikiran Datuk Maradjo. Jeruk sunkist yang rasanya masam dan dinikmati jemaah haji di Mekah dan Medinah kualitasnya jauh di bawah 'Jesigo'. Tapi kenapa belum tumbuh pemikiran pengusaha untuk mengekspor jeruk dan buah-buahan Indonesia ke negara berhawa panas di Timur Tengah tersebut?

Dalam acara diskusi 'Peran Posdaya dalam Penanggulangan Kemiskinan dan Keberlanjutan Tujuan Pembangunan Milenium', Kamis lalu (7/9/2017), di Payakumbuh di mana penulis langsung menjadi pemakalah dari Lembaga Koordinasi Kesejahteraan Sosial (LKKS) Sumbar, problema serta nasib petani jeruk dikupas habis habisan. Kesimpulannya, semua pihak, terutama lembaga pemerintahan, diharapkan terus-menerus membina petani di daerahnya. Pemerintah secara terjadwal hendaknya memberikan bimbingan kepada petani, termasuk dalam bisnis pemasaran. Bisa juga melalui koperasi. Bahkan pemerintah juga bisa membentuk BUMD atau BUM Nagari yang tugas pokoknya membantu pemasaran hasil tani seperti 'Jesigo'.

Bahkan, koperasi milik PNS bisa juga membuka unit usaha pemasaran jeruk. Yang penting, semuanya harus berbisnis dengan modal paling penting adalah 'saling percaya'.

Contohnya di komplek Kantor Gubernur Sumbar, sekali seminggu ada 'pasar tani' yang disponsori Unand bersama Gubernur Irwan Prayitno. Silahkan 'Jesigo' tampil. Pasti ketagihan. Percayalah.

Mari kita usahakan terus membuka 'dunia tani' menjadi lapang, terbuka, menguntungkan, dan menyejahterakan petani itu sendiri. Pasti bisa asal kita mau. Petani sudah berbuat, tapi mereka belum sejahtera juga. Inilah problema kita dari hulu sampai ke hilir. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun