Presiden pertama RI, Ir. Sukarno, mengakui bahwa Pulau Jawa sudah padat penduduknya. Untuk mengatasi problema tersebut, perlu dipindahkan sebagian penduduknya ke luar Pulau Jawa.
Untuk itu, itu dilakukan transmigrasi (pemindahan) secara betahap, di antaranya ke Pulau Sumatra, termasuk salah satu tujuannya adalah Sumatra Barat.
Tercatat, dua daerah jadi lokasi trans semasa era Presiden Soekarno, yakni Tanjungpati di Kabupaten Limapuluh Kota dan Kinali di Kabupaten Pasaman (kini masuk Pasaman Barat).
Program trans era Presiden Soekarno ke Sumbar dimulai tahun 1964. Mereka berasal dari berbagai perkampungan di Jawa Tengah dan Jawa Timur melalui jalur laut via kapal yang berlabuh di Telukbayur.
Dari sekian banyak warga trans yang mengisi berbagai perkampungan yang telah disiapkan pemerintah, tercatat pasangan suami-istri Mohammad Fachri - Sufiah yang berasal dari pedalaman Lamongan, Jawa Timur. Mereka ditakdirkan menempati pemukiman trans di Kinali, Pasaman Barat.
M. Fachri bersama Sufiah dengan segala suka dan dukanya mulai hidup di pemukiman baru dengan beragam problema. Semuanya dilalui pasangan suami istri itu dengan penuh ketabahan, kerja keras, pantang menyerah, dalam situasi serba minim, termasuk fasilitas penunjang untuk menggarap daerah baru tersebut.
Berkat ketabahan, cahaya terang mulai terlihat. Tanah olahan mulai menghasilkan. Sayuran mulai panen. Seiring itu, si buah hati pun lahir dan diberi nama Kusnan.
Bulan berganti tahun, yang rajin mendapat, yang betah berhasil, yang muda jadi tua, dan meninggal dunia. Begitulah roda kehidupan berputar.
Termasuk M. Fachri dan Sufiah. Sesuai dengan panggilan takdir, keduanya pun berpulang dan dimakamkan di Kinali, perkampungan trans yang ditempatinya bersama warga dari Jawa.
Kini, Kusnan, putra (alm) M. Fachri - (almh) Sufiah, alumni FKIP Muhammadiyah Padangpanjang sudah jadi orang hebat di Kinali. Selain Ketua Muhammadiyah Cabang Kinali, dia sekaligus sebagai motivator kesejahteraan masyarakat setempat. Dia mempelopori pendidikan Muhammadiyah Kinali, dari TK, SD, Tsanawiyah, Taman Alquran, wirid pengajian, bisnis sarang walet, hingga perkebunan sawit. Sungguh luar biasa.
Bayangkan saja, Muhammadiyah Kinali punya 20 ribu burung walet dengan produknya ratusan juta rupiah dalam semusim. Ada lagi kebun sawit seluas tiga hektar. Mereka juga punya biro perjalanan.
Muhammadiyah yang dipimpin Kusnan juga punya TK, SD, dan Tsanawiyah Muhammadiyah, punya masjid dengan jumlah jemaah yang membanggakan. Masing-masing pribadi warga trans di Kinali keadaannya sungguh membanggakan. Sangat terasa kehidupan masyarakatnya yang dilimpahkan rahmat oleh Allah SWT.
Di kiri-kanan jalan, bermunculan warung, kafe, serta beragam bisnis keperluan masyarakat.
Hanya saja, jalan perkampungan pedalaman Kinali sebagian rusak dilindas truk sawit yang meraung-raung siang malam kepayahan mengangkut tandan sawit ke pabrik pengolahan.
Kinali, terutama warga trans yang rajin, sepertinya sudah menikmati hidup yang membanggakan. Berkat kerja keras mereka, Allah pun memberi rezeki berlimpah.
Ekspo Bisnis Muhammadiyah tingkat nasional tersebut pesertanya merupakan utusan cabang masing-masing provinsi yang sukses melaksanakan program kesejahteraan masyarakat.
Muhammadiyah Kinali sungguh luar biasa. Berkat kerja keras warga persyarikatannya, terbukti, kemiskinan menjauh dari mereka. Syukur Alhamdulillah. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H