DUA kasus hukum, satu di antaranya diduga melibatkan tujuh pejabat penting dan satu lagi kasus hukum berupa aksi Satgas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) saat ini jadi pembicaraan hangat di Sumatra Barat. Bahkan, media terbitan Padang menjadikan dua kasus tersebut sebagai 'pendobrak' agar aparat hukum memberikan perhatian maksimal mengusut kasus tersebut sesuai hukum yang berlaku.
Dari dua kasus itu, yang resmi diusut pihak kepolisian baru kasus pungloi berupa ‘penyunatan’ dana sosial untuk mantan narapidana dari Kementerian Sosial.
Menurut keterangan Kapolresta Padang, Kombes Pol. Chairul Azis, pelaku yang diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) tersebut adalah Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Taratak Jiwa Hati yang berkantor di Kototangah, Kota Padang. Tersangka berinisial 'FD'. Yayasan atau LSM yang dipimpinnya bergerak dalam penyaluran dana bantuan sosial dari Kemensos untuk para mantan narapidana yang mengikuti binaan lanjutan dari jajaran Dinas Sosial.
Operasi tangkap tangan (OTT) itu sukses berkat laporan dari seorang mantan narapidana yang jadi korban tersangka. Seharusnya, dana bantuan dari Kemensos itu untuk seorang mantan narapidana Rp5 juta. Tapi, ‘disunat’ oleh tersangka antara Rp1 juta sampai Rp2,5 juta per orang. Polisi berhasil mengamankan 46 buku tabungan dari mantan narapidana tersebut dan uang sebanyak Rp7.150.000 sebagai barang bukti. Kasusnya saat ini sedang diproses untuk dilanjutkan ke pengadilan.
Di balik sukses Polresta Padang melibas pelaku pungutan liar (pungli) terhadap mantan narapidana melalui aksi ‘Satgas Saber Pungli' dengan dana yang tidak seberapa, namun kasus besar tentang 'SPJ fiktif senilai Rp43 miliar yang ditenggarai melibatkan tujuh pejabat ternyata masih dipertanyakan masyarakat banyak. Apakah sudah diusut secara hukum atau belum? Yang jelas, keterangan resmi pejabat hukum di Sumatra Barat belum kunjung ada meski media terbitan Padang sudah sangat sering mengangkat kasus ini.
Kasus SPJ fiktif tersebut melanda oknum Dinas Prasarana Jalan, Tata Ruang, dan Pemukiman (Prasjaltarkim) Sumbar. Keterlibatan itu secara administratif dan hukum bisa ditarik lagi ke atas hingga melibatkan beberapa pejabat penting di daerah ini berkaitan dengan prosedur administratif maupun secara hukum.
Dari temuan hasil Badan Pemeriksaan Keuangan ( BPK), diduga pejabat yang terlibat dalam kasus itu adalah YSN, RA, ET, EP, MHF, EE dan IJ. Dari tujuh terduga penggelap dana Rp43 miliar itu, YSN adalah ‘bintangnya’.Â
Kasus yang menimpa pejabat penting itu berkaitan dengan ganti rugi tanah penduduk yang terkena pembangunan jalan, seperti di Kota Padang, persisnya pelebaran Jalan Samudra, pinggir laut, serta tanah yang terpakai untuk pembangunan fly over arah ke Bandara Internasional Minangkabau di Kabupaten Padangpariaman, serta pembangunan tempat pembuangan sampah regional di Payakumbuh, Bypass Padang, stadion bolakaki di Padangpariaman, dan pembebasan lahan di Lubuk Selasih, Kabupaten Solok.
Kepala Biro Humas Pemprov Sumatra Barat, Jasman, mengatakan pihaknya tidak menutup-nutupi kasus itu. Ditegaskannya, pihak BPK sedang 'bersitungkin' mengusut kerugian negara.
YSN sebagai yang punya peran penting dalam kasus itu dikabarkan sudah mengakui perbuatannya dan uang yang ’dimainkannya’ sudah diupayakan untuk diganti secara berangsur-angsur. Namun jumlahnya masih sedikit. Sampai waktu yang dijanjikan, yang bersangkutan tidak sanggup melunasi uang puluhan miliar rupiah itu. Sementara, pihak BPK masih terus mengusut jumlah kerugian negara akibat permainan JSN tersebut.
Dari berbagai lokasi di Sumatra Barat, berdasarkan pemberitaan media terbitan Padang, rakyat sangat mengharapkan agar kasus penyelewengan keuangan negara puluhan miliar tersebut diusut sampai tuntas. Pihak kepolisian ataupun kejaksaan diharapkan segera mendalami kasus miliaran rupiah itu. Jangan hanya kasus kecil dengan nominal uang kecil yang diseriusi maksimal oleh pihak penegak hukum. Sebaliknya, pnegak hukum diharapkan melaksanakan pola 'tangguak rapek'. Hiu terjerat, ambil, bada dan rinuak masuk jaring, sikat terus. Tidak ada ampun. Yang berhutang membayar, yang bersalah dihukum! *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H