Tidak sedikit terjadi hancur, runtuh, dan berpetai-petainya proyek fisik yang dibangun pemerintah di negeri ini. Tersebutlah 'jembatan Kutai Kartanegara' yang runtuh dan banyak lagi yang lainnya. Semuanya itu diduga kuat tidak terlepas dari 'permainan' beragam 'orang cerdik (buruk)' di negeri ini.
Jangan disebut lagi beragam pungutan liar di jalan negara, provinsi, kabupaten, kota, dan desa di negeri ini yang tumbuh subur sepanjang masa. Kalau tidak diberi, awas, bisa celaka.
Bahkan di Bandara Internasional Minangkabau (BIM), terang-terangan pungutan tersebut. Siapa saja pendatang yang berencana naik taksi, apa saja mereknya, langsung dipungut Rp15.000 per taksi. Hal ini sudah berlsngsung lama namun dibiarkan saja meski tidak ada aturan resminya.
Kalaulah pemerintahan era Presiden Joko Widodo mampu menghabisi semua pungutan liar di negeri ini, tentu rakyat bangga. Pemerintah sukses membasmi beragam aksi kejahatan bermotif uang tersebut.
Bagaimanapun juga, kekhawatiran tetap ada jika pemberantasan pungli itu sifatnya pesanan yang dibuktikan ketika aksi lanjutan tidak ada lagi.
Ada ungkapan klasik, kalau ada pungutan liar, tolong laporkan, lampirkan buktinya. Kalau begini, karamlah rakyat. Sebab resikonya sangat besar. Yang terbaik, fungsikan intelijen, mata-mata, dan tim penyidik secara maksimal. Mereka kan digaji untuk itu. Kok rakyat pula dibebani? Kalau itu yang terjadi, sama dengan 'uwir-uwir minta getah'.Yang terjerat adalah mereka yang tidak bersalah. *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H