Pemberantasan pungutan liar (pungli) muncul lagi. Setelah Pangkopkamtib Sudomo, era Pak Harto 'menghabisi' seluruh jembatan timbang di Indonesia, sebagai sarangnya pungli, kini Indonesia heboh lagi dengan aksi jajaran Polri menggerebek praktik pungli di lingkungan Kementerian Perhubungan. Tentu kita pantas bersyukur. Pasukan Pak Tito tampil ke depan menggerebek sarang pungutan liar tersebut.
Dulu, era Pak Domo, luar biasa menggemparkan aksi pemberantasan pungli yang dikomandokan Laksamana berani itu. Tidak tanggung-tanggung, jajaran Perhubungan benar-benar dibuat kalang kabut.
Namun, peristiwa menggemparkan itu hanya berlangsung sesaat. Buktinya, larangan beroperasi jembatan timbang di seluruh Indonesia sejak Sudomo berhenti, kini tak berlaku lagi. Jembatan timbang hidup lagi. Adakah pungutan liar di Jembatan Timbang saat ini? Mungkin tidak, sebab mungkin bukan pungutan liar lagi namanya. Tapi sudah pungutan jinak.
Silakan saja saksikan truk-truk besar kelebihan muatan tiap hari singgah di jembatan timbang tersebut. Dari Jawa sampai ke ujung Sumatra, siang malam, bisa disaksikan truk-truk 'bermuatan berlebih' meraung-raung di sepanjang jalan Lintas Sumatra. Aman-aman saja meski banyak jembatan timbang yang dilaluinya. Tidak adakah pungli? Wallaahu’alam.
Begitu cepatnya rusak ruas jalan Lintas Sumatra tentu punya kaitan erat dengan muatan berlebih yang diangkut truk itu. Di pendakian Sitinjau Laut, dari Padang arah ke Solok, adalah jalan yang sangat berbahaya karena pendakiannya yang menguji nyali sopir. Hampir setiap hari ada saja truk bermuatan berlebih yang mogok di kawasan tersebut. Truk-truk itu aman-aman saja melintas meski beberapa kilometer dari puncak jalan Sitinjau Laut itu ada jembatan timbang.
Begitu juga truk bermuatan berat, batubara,dan beragam barang dagangan lainnya, pasti melewati jembatan timbang ketika melintas di kawasan itu. Truk-truk itu tampak leluasa melintas meski kadang membawa beban yang berlebih. Terkadang, ada juga truk bermuatan berat masuk jurang Sitinjau Laut karena sopir tidak mampu menahan dorongan barang berat di atas truk yang dikemudikannya. Truk 'terjun bebas' masuk jurang boleh disebut sangat sering terjadi di Sitinjau Laut ini.
Sebenarnya, pungli di lingkungan Perhubungan bukanlah termasuk kelas kakap. Sifatnya ‘teri’ saja. Namun terjadinya berketerusan sehingga jumlahnya bisa mencapai miliaran rupiah, seperti yang terungkap baru-baru ini di Kementerian Perhubungan.
Di setiap sudut dan pojok negeri ini, terus berlangsung pungli. Lantaran pemberantasan yang dilakukan selama ini hanya 'hangat-hangat tahi ayam', membuat Pungli itu muncul lagi setelah suasana mulai reda.
Kita bangga dengan pasukan Jenderal Tito yang tampil gagah berani menggerebek aksi pungli di Kemenhub. Kitapun punya harapan semua lembaga negara bisa bersih dari pungli. Termasuk di lingkungan Polri yang semestinya menjadi teladan dalam menghabisi pungli ini. Untuk itu, jajaran kepolisian yang bertugas dan punya kaitan kerja dengan pemasukan keuangan ke negara perlu lebih transparan lagi. Di antaranya biaya pembuatan SIM. Memang ada tertera infomasinya, namun perlu rasanya benar-benar disamakan dengan tarif yang dipampangkan.Â
Sudah jadi rahasia umum, di tempat pelayanan SIM, baru saja masuk ke halamannya, sudah dihampiri aparat 'berseragam'. Maksudnya membantu, namun dibalik itu tersimpan maksud lain. Begitu juga meminta 'nomor polisi khusus', pantas disosialisasikan pada masyarakat. Satu angka, berapa? Dua angka, tiga angka, dan seterusnya. Hal begini juga sudah jadi rahasia umum. Masyarakat pun seakan sudah pasrah saja.
Di lingkungan bangunan atau proyek lebih luar biasa lagi. Meski sudah ada tim pemeriksa, pengawas, atau apalah namanya, yang jelas sangat banyak proyek hasil pembangunan di negeri ini yang cepat rusak dan hancur dalam waktu tidak begitu lama setelah diresmikan dan dipakai. Jembatan runtuh, jalan hancur, gedung ambruk, dan beragam musibah yang dirasakan warga. Semua itu karena terjadinya penyelewengan kerja. Kontraktor berbulan madu dengan pengawas. Itu yang terjadi selama ini.