Sebaiknya, habisilah 'emosi Pilkada' tersebut. Sebab, menonjobkan PNS tanpa dasar yang jelas, hal demikian merupakan kegagalan tugas seorang pamong. Jelas tidak diinginkan oleh pemerintahan yang lebih atas. Lain halnya PNS bersangkutan sifatnya 'dikaryakan'. Tentu bisa dipulangkan ke induk pasukan atau ke lembaganya semula. Tapi, mereka yang dinonjobkan tersebut adalah PNS di kantor Bupati bersangkutan, jadilah mereka 'luntang-lantung' saja di kantor, tanpa kerja apa-apa.
Sebenarnya men-nonjobkan PNS tanpa ada kesalahan, juga adalah pukulan bagi atasan bersangkutan. Termasuk gagal membina staf untuk taat pada aturan kepegawaian yang sudah baku.
Boleh-boleh saja seorang pimpinan melakukan mutasi dengan dalih yang tidak kuat alasannya, tapi, percayalah, atasan yang mengeluarkan surat keputusan tersebut juga merasa was-was selalu dalam dirinya. Maklum saja, sebelum telanjur melakukan kebijaksanaan yang tidak populer, sebaiknya tempuhlah dulu 'jalan terbaik' yang menguntungkan banyak pihak.
Apa yang sudah muncul ke permukaan, berkaitan problema PNS tentang Pilkada di Sijunjung, Sumatera Barat, diperkirakan muncul juga di berbagai daerah dan provinsi di Indonesia. Sangat disayangkan, Pilkada memunculkan hukuman atau pesakitan bagi PNS yang belum tentu bersalah dan berdosa. Memprihatinkan! *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H