Nabi Muhammad bahkan menyamakan kemiskinan dengan kufur, dan berdoa kepada Allah agar dilindungi dari keduanya. Penghapusan kemiskinan, represi, dominasi, dan penindasan merupakan pra-syarat terbentuknya bagi terciptanya masyarakat Islam. Realitas ketimpangan struktur penguasaan agraria menjadi bukti nyata adanya dominasi dan penindasan tersebut. Dengan munculnya ketimpangan tersebut, kesenjangan sosial antara kaya dan miskin pun semakin melebar.
Dalam sebuah riwayat, Abyadh bin Hammal pernah datang kepada Nabi Muhammad dan meminta agar diberi tambang garam. [2] Nabi Muhammad pun memberikan tambang garam tersebut. Namun setelah itu, Nabi Muhammad diingatkan oleh seseorang bahwa tambang garam tersebut merupakan sumber penghidupan banyak orang disekitarnya. Akhirnya, Nabi Muhammad pun menarik kembali tambang garam tersebut dari Abyadh bin Hammal.
Riwayat tersebut menjadi salah satu landasan historis-teologis Hanafi dalam merumuskan teologi tanah. Dalam pandangan Hanafi, manusia berhak memiliki dan menguasai tanah, namun bersifat majazi. Hanya orang-orang yang taat dan patuh kepada perintah-perintah Allah dan yang mau melakukan kebaikanlah yang kemudian berhak mewarisi tanah Allah ini.
Seorang muslim berkewajiban untuk melakukan amal baik berlandaskan keimanannya kepada Allah. Amal baik ini tidak hanya ditujukan untuk sesama manusia, melainkan seluruh makhluk Allah, termasuk tanah. Perlakuan baik manusia terhadap tanah diwujudkan dengan memanfaatkan tanah dengan sebaik-baiknya. Sehingga merawat dan memanfaatkan tanah dengan sebaik-baiknya menjadi suatu kewajiban bagi seorang muslim yang beriman.
Muslim yang baik dan beriman serta memperlakukan tanah dengan baik, maka ia akan berhak menjadi wakil Tuhan untuk menguasai bumi sekaligus menguasai tanah sebagai pewarisan insaniah. Pewarisan insaniah ini terjadi karena keikhlasan dan kesungguhan hati untuk mematuhi segala ajaran Allah di muka bumi.
-------------------------------------------------------------------------------------------
[1] إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ طِينٍ artinya: (Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah". (Q.S. Shad : 71).
[2] عَنْ أَبْيَضَ بْنِ حَمَّالٍ ، أَنَّهُ وَفَدَ إِلَى رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَاسْتَقْطَعَهُ الْمِلْحَ فَقَطَعَهُ لَهُ فَلَمَّا أَنْ وَلَّى قَالَ رَجُلٌ مِنَ الْمَجْلِسِ : أَتَدْرِي مَا قَطَعْتَ لَهُ ؟ إِنَّمَا قَطَعْتَ لَهُ الْمَاءَ الْعِدَّ ، قَالَ : فَانْتَزَعَ مِنْهُ artinya: "... Abyadh ibn Hammal pernah datang kepada Rasululloh saw. dan meminta diberi tambang garam. Lalu Beliau memberikannya. Ketika ia pergi, seorang lelaki yang ada dalam majelis berkata : Tahukah anda apa yang anda berikan, tidak lain anda memberinya laksana air yang terus mengalir; Ia berkata : Rasul lalu menariknya dari Abyadh ibn Hammal" (Hr. Abu Daud,Sunan Abu Daud, 3/174)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H