Mohon tunggu...
Adib Dian Mahmudi
Adib Dian Mahmudi Mohon Tunggu... -

a part of the darkness which gave birth to light

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kolonialisme dan Lahirnya UUPA

16 April 2017   05:22 Diperbarui: 16 April 2017   14:00 857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aksi Paguyuban Petani Trisakti dari Kecamatan Ngancar (Kabupaten Kediri) menuntut redistribusi tanah kepada rakyat Sempu.

Pada awalnya peralihan fungsi-fungsi lahan pertanian rakyat menjadi lahan bagi komoditas kapitalisme internasional dilakukan dengan sistem sewa. Baru kemudian ketika kekuasaan pemerintahan kolonial Hindia Belanda terkonsolidir, muncul produk-produk hukum tentang agraria.

Seperti pada umumnya dalam masyarakat feodal para petani memiliki keterikatan dalam pemilikan alat-alat produksi dan hubungan-hubungan produksi dengan pihak bangsawan. Maka, ketika VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie/Perserikatan Maskapai Hindia Timur) berhasil menjadi kekuatan yang berpengaruh di istana (inner cycle kekuasaan feodalisme), VOC mempergunakan para bangsawan sebagai kepanjangan dari operasi ekonomi-politiknya dalam rangka membangun cara produksi kolonial (mode of production colonial). 

Hal tersebut (dalam pengamatan seorang Indonesianis, George Mc Turnan Kahin) dapat terlihat bagaimana para bangsawan menyewakan tanah atau lahan kepada orang Barat atau orang Cina hingga ribuan desa bahkan setingkat distrik atau regent, sehingga kedudukan sang penyewa setingkat bupati, akan tetapi hubungan antara petani dan tuan tanah asing tersebut bukannya antara penyewa dengan yang disewa, akan tetapi bersifat semi feodal yang akan menundukkan petani dengan kekuatan bersenjata.

[1] Maurice Dobb menyebutnya sebagai bentuk-bentuk ekstra ekonomi, yaitu perhambaan/selfdom. Sedangkan Paul Sweezy menekankan pada pertumbuhan produksi untuk pertukaran/exchange.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun