Mohon tunggu...
Adi Bayu
Adi Bayu Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Saya Humoris

Saya Humoris

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Konvergensi Media, Kenyataan yang Tak Dapat Dihindari

18 Maret 2017   00:10 Diperbarui: 18 Maret 2017   00:24 1844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa jadinya bila semua saluran media massa baik penyiaran, cetak, online dan berbagai teknologi menyatu ke dalam presentasi digital ? Ya, itulah konvergensi media. Tulisan ini akan mengantar anda tentang konvergensi media. Semoga bermanfaat.

Konvergensi adalah kata untuk menggambarkan perubahan teknologi, industri, budaya dan sosial yang datang bersama-sama dari industri yang sebelumnya terpisah (komputasi, dicetak, film, audio, dan sejenisnya) yang semakin menggunakan teknologi yang sama atau terkait dan pekerja terampil,” catat Jenkins (Sumber : http://dewanpers.or.id, 2013:17).  Konvergensi di sini berarti berbaur atau bergabungnya sejumlah media atau teknologi yang berbeda seperti misalnya komputer, televisi, radio, telepon, satelit, kabel, mesin fax, internet, dan bahkan mesin fotokopi (kpi.go.id, RG. 2013). Pada dasarnya wartawan konvergensi ini melibatkan segala saluran media baik itu penyiaran, online, cetak sehingga harapanya dapat berpikir cepat terhadap kondisi yang terjadi.

Selain itu, wartawan harus mampu mengantisipasi perkembangan beritanya secara cepat pula. Seiring dengan unsur kecepatan, wartawan multitasking dituntut harus mampu menyajikan berita secara akurat dan lengkap, walau disajikan menggunakan pola berkejaran (running news) layaknya kinerja di kantor berita (Sumber : http://dewanpers.or.id, 2013:18). Oleh karena itu perlu adanya fakta, tidak mengandung opini/pendapat wartawan, perlunya verifikasi, cover both side dan akurasi dalam setiap pemberitaan. Demi mengejar kecepatan, seringkali media online mengabaikan hal-hal tersebut. “Makin cepat, makin sip”.

“ Pada titik ini, di mana seharusnya media berdiri: pada kecepatan atau akurasi? (J. Heru Margianto & Asep Syaefullah, 2014:40)

Direktur Institute for Criminal Justice Reform Anggara Suwahju tidak sepakat jika masalah akurasi melulu dilekatkan pada media online. Menurutnya, masalah akurasi juga kerap terjadi pada media cetak atau televisi. Jadi, tegasnya, setiap media hingga saat ini memang terus bergumul dengan persoalan akurasi (J. Heru Margianto & Asep Syaefullah. 2014:41). Permasalahan cover both side/keberimbangan juga menjadi perhatian utama dalam media online. Berikut adalah tabel & grafik terkait dengan media online (J. Heru Margianto & Asep Syaefullah, 2014 :43)

Tabel Kategori Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik Media Siber 2011


4-58cc169b6023bd99280b92ae.png
4-58cc169b6023bd99280b92ae.png

2-58cc16b85193733a19fdd136.png
2-58cc16b85193733a19fdd136.png

“ Meski pengaduan atas media cetak lebih banyak dibanding pengaduan atas media online, tapi tren pengaduan terkait pemberitaan media online meningkat dibanding tahun sebelumnya.Menurut catatan dewan pers, sepanjang 2011 pengaduan pelanggaran kode etik pemberitaan didominasi oleh media cetak dengan 97 pengaduan atau 58 persen, media siber 43 (26 persen), dan media elektronik 28 pengaduan (17 persen) (Lihat grafik). Sebelumnya, pada 2010, laporan atas media cetak sebanyak 103 pengaduan (72 persen), elektronik 22 pengaduan (15 persen), dan siber 19 pengaduan (13 persen) ”

(J. Heru Margianto & Asep Syaefullah, 2014 :44)

Dengan mengandalkan akurasi, keberimbangan maka publik akan percaya dan dapat terus mengakses berita terkait dari berbagai saluran seperti melaluismartphone, televisi, radio, cetak dll. Saat ini semakin banyak telepon seluler berbasis smartphone yang memungkinkan penggunanya berselancar melalui internet. Dengan adanya konvergensi media massa, dapat menjangkau khalayak yang lebih luas karena berbagai saluran “dijelajahi”.

Bahkan, wartawan di sejumlah perusahaan multimedia massa tidak lagi menuliskan tanggal dan lokasi pembuatan beritanya dari lokasi liputan (dateline) karena semuanya telah tersedia dalam aplikasi pemberitaannya yang secara otomatis terhubung dengan piranti sistem penentu lokasi global (Global Positioning System/GPS). Tenggat (deadline) mereka pun menjadi setiap saat (Sumber : http://dewanpers.or.id, 2013:20).

Bukunya yang berjudul The Meaning of Convergence, Rich Gordon (Quinn, 2004:112) membagi konvergensi ke dalam lima dimensi atau level (Aritasius, S. 2012:39) :

  • Ownership convergence, konvergensi ini mengacu kepada kepemilikan perusahaan media besar atas beberapa jenis media.Misalnya KG (Kompas Gramedia) mempunyai online kompas.com, kompas tv dan kompas harian cetak.
  • Tactical convergence, konvergensi ini merupakan bentuk trik atau cara kerjasama dengan melakukan promosi silang serta pertukaran informasi yang diperoleh dari media-media yang berkonvergen atau bekerjasama.
  • Structural convergence, konvergensi ini membutuhkan redesign pembagian kerja dan strukturisasi organisasi di tiap mediayang sudah menjadi bagian dari konvergensi.
  • Information gathering convergence. Jenis konvergensi ini terjadi ketika para jurnalis yang sering disebut sebagai backpack journalist atau jurnalis yang memiliki keterampilan bekerja di lebih dari satu jenis media diharapkan dapat mengumpulkan data, mengolah dan menyajikan data dalam berbagai platform.
  • Strorytelling convergence. Bentuk konvergensi ini menuntut keterampilan jurnalis dalam mengemas berita sesuai dengan segmen pasar yang bersangkutan dan dilengkapi dengan foto, video maupun grafis.

Penjelasan tulisan diatas menurut penulis sudah cukup menggambarkan konvergensi media. Perubahan jaman akan terus berubah seiring dengan perkembangan teknologi. Dalam hal konvergensi, wartawan harus sepenuhnya memanfaatkan hal ini dengan sebaik mungkin sehingga publik pun dapat merasakan manfaat produk jurnalisme dari segi tulisan, grafik, siaran dll. Tentunya tidak terlepas dengan kode etik jurnalistik yang menjadi utama dalam setiap pemberitaan.

“ Selain itu, wartawan di tengah kemewahan teknologi informasi yang dimanfaatkan manajemen pers sebagai industri agaknya harus pula semakin peka bahwa sarana kerja yang mereka gunakan hanyalah sebatas alat, sehingga jangan malah diperalat sehingga mengabaikan kode etik jurnalistik yang hakikinya demi kepentingan publik ”

(Sumber : http://dewanpers.or.id, 2013:21).

Sumber :

Sugiya, Aritasius. 2012. STRATEGI TRANSFORMASI KONVERGENSI MEDIA. Studi Kasus Grand Strategy Harian Kompas. TESIS. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) dalam Ilmu Komunikasi. Diakses Jumat, 17 Maret 2017 :

https://ayomenulisfisip.files.wordpress.com/2011/02/strategi-transformasi-konvergensi-media.pdf

Quinn, Stephen. (2004). Convergence : The Journal Research Into New Media Technologies. London: Sage Publication Inc. Vol 10.

kpi.go.id (2013). Konvergensi Media dan Regulasi Konten. Jakarta : Diakses Jumat, 17 Maret 2017 :

http://www.kpi.go.id/index.php/lihat%C2%ADterkini/24%C2%ADdunia%C2%ADpenyiaran/31127%C2%ADkonvergensimedia%C2%ADdan%C2%ADregulasi%C2%ADkonten

Jurnal Dewan Pers. Edisi No.7, November 2013. Konvergensi & Independensi. Tren Media Jelang Pemilu 2014. Dewan Pers. Diakses Kamis 16 Maret 2017 :

http://dewanpers.or.id/assets/media/file/publikasi/jurnal/514293.Jurnal_7%20Konvergensi%202013.pdf

J. Heru Margianto & Asep Syaefullah. ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN (AJI) INDONESIA. MEDIA ONLINE : ANTARA PEMBACA, LABA, DAN ETIKA. PROBLEMATIKA PRAKTIK JURNALISME ONLINE DI INDONESIA. Diakses Jumat, 17 Maret 2017 : https://aji.or.id/upload/article_doc/Media_Online.pdf

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun