“Transformational leadership is characterized by the ability to bring about significant change in both followers and the organization.” – Richard L. Daft
Ketika mendengar kata “transformasional”, apa yang terbesit di benak saudara? Tentu saja sisi positif bukan?
Dari pengertian diatas, kepemimpinan transformasional dicirikan oleh kemampuan pemimpin membawa sebuah perubahan yang siginifikan pada pengikut dan organisasi.
Gaya kepemimpinan ini memang dikenal dapat secara optimis menggambarkan visi besar dari pencapaian yang diinginkan perusahaan. Pemimpin seperti ini juga mampu untuk mengkomunikasikan visi tersebut pada pengikutnya. Dengan komunikasi tersebut, akan mendorong para pengikut untuk bertindak mencapai tujuan organisasi.
Lantas, bagaimana pemimpin tersebut “membawa” sebuah perubahan?
Inspirasi dari seorang pemimpin terkadang tidak seindah yang kita bayangkan. Seorang pemimpin transformasional mungkin bermaksud untuk memotivasi an menginspirasi pengikutnya untuk loyal pada organisasi, namun “inspirasi” ini seringkali disalahgunakan untuk menyampaikan hal yang kurang menguntungkan. Pemimpin transformasional ingin para pengikutnya untuk melampauai diri mereka sendiri demi kepentingan organisasi – dengan embel-embel “inspirasi”.
Ya, mungkin sebagian orang rela mengorbankan dirinya atau bahkan hartanya, untuk kepentingan organisasi. Contoh kecil kita ambil dari tokoh pemimpin transformasional –Ignasius Jonan. Ia merupakan Direktur Utama ke-22 PT Kereta Api Indonesia (KAI) dengan masa jabatan 2009-2014.
Beliau juga merupakan Menteri Perhubungan Indonesia ke-36 periode 2014-2016, serta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia ke-17 dengan masa jabatan 2016-2019. Lelaki kelahiran Singapur ini dikenal sangat mendedikasikan dirinya saat menjabat sebagai Direktur Utama PT KAI.
Dikutip dari pemimpin.id, Pak Jonan optimis untuk melakukan perubahan pada perusahaan. Kemudian ia menyusun strategi-strategi dalam melakukan perbaikan berdasarkan pada visi perusahaan.
Strategi awalnya dalam melakukan transformasi adalah dengan melakukan pembenahan di sisi internal perusahaan, yakni mengubah mindset karyawan dari product-oriented menjadi customer-oriented. Dengan begitu, pengikutnya akan lebih berpikir dan berusaha melampauai dirinya sendiri demi kepuasan pelanggan.
Namun, bagaimana dengan kasus para pemimpin yang “memaksa” pengikutnya untuk berkorban banyak?